- KLHK
3 Lumba-lumba Hasil Evakuasi dari Pertunjukan Dilepasliarkan KLHK, 3 Tahun Lebih Jalani Rehab
Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melepasliarkan 3 ekor lumba-lumba hidung botol di Gilimanuk, Bali (3/9). Lumba-lumba hidung botol adalah salah satu mamalia yang dilindungi berdasarkan PP 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Prof. Siti Nurbaya menekankan bahwa penyelamatan satwa sebagai komponen penting dari rantai makanan dalam suatu ekosistem harus terus diupayakan menggunakan metode yang mengacu pada rules based, scientific based dan evident based, untuk bisa menjadi referensi di masa depan.
“Kerja sama antara KLHK dengan mitra dalam penyelamatan satwa juga harus dilakukan untuk mencapai tujuan negara dalam melindungi dan memulihkan keanekaragaman hayati Indonesia,” ungkap Siti Nurbaya saat pelepasliaran.
Tiga Lumba-lumba hidung Botol yang telah melalui proses rehabilitasi ini, berjenis kelamin jantan berumur 15-20 tahun bernama Rocky, sedangkan lumba-lumba Jhony dan Rambo berumur 30 tahun. Lumba-lumba hidung botol ini pada mulanya merupakan satwa koleksi dari Taman Satwa Melka di Singaraja, Bali. Namun, karena keberlanjutan Lembaga Konservasi ini terhenti sehingga satwa lumba-lumba hidung Botol dikembalikan kepada negara.
Kepala BKSDA Bali Agus Budi Santosa mengatakan bahwa pada tahun 2019, bekerja sama dengan Jaringan Satwa Indonesia (JSI) dan Taman Nasional Bali Barat, memindahkan ketiga lumba-lumba tersebut ke keramba (Sea Pen) rehabilitasi dan perawatan di teluk Banyuwedang, perairan laut Taman Nasional Bali Barat.
“Proses rehabilitasi yang dilakukan di Sea Pen berukuran 30 x 20 x 13 meter bertujuan untuk mengembalikan kesehatan dan sifat liarnya agar dapat dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya,“ ungkap Agus Budi, dalam keterangan tertulis, Senin (5/9/2022).
Pada saat menjadi satwa koleksi di Lembaga konservasi (ex situ) Lumba-lumba ini terbiasa untuk diberi makan, sehingga perlakuan pemberian makan secara bertahap diubah agar dapat mencari makan sendiri di alam. Tahap awal masih diberi makan ikan mati utuh, kemudian ikan hidup, sampai kepada penghentian sama sekali pemberian makan, tetapi diciptakan ekosistem buatan (Sea Pen) mendekati ekosistem alaminya dimana ikan-ikan hidup bisa ditangkap dan dimakan sendiri oleh Lumba-lumba hidung botol tersebut.