- Kolase tvonenews.com
Respons Tegas Pengacara Brigadir J Soal Pernyataan Komnas HAM Perintah Menembak bukan Membunuh: Statement Keliru!
Jakarta - Lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang masih berjalan, usai penetapan lima tersangka. Adapun kini respon tegas Pengacara Brigadir J soal pernyataan Komnas HAM perintah menembak bukan membunuh: Statement keliru, Kamis (22/9/2022).
Kasus yang telah menyita perhatian publik selama dua bulan terakhir ini, seolah tak berhenti menjadi sorotan karena banyaknya fakta-fakta yang kini belum terungkap, seperti motif pembunuhan, serta munculnya kembali terkait adanya dugaan pelecehan seksual yang melatarbelakangi pembunuhan dan pernyatan dari Komnas HAM.
Respon Tegas Pengacara Brigadir J Soal Pernyataan Komnas HAM Perintah Menembak Bukan Membunuh: Statement keliru..
Pernyataan Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik yang menyatakan terkait perintah penembakan terhadap Brigadir J yang diperintahkan oleh Ferdy Sambo kepada Bharada E.
Taufan menyebutkan bahwa perintah yang datang dari Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo kepada Bharad E hanya sebatas menembak, dan bisa saja tidak termasuk untuk membunuh Brigadir Yoshua.
Pengacara Brigadir J angkat bicara soal pernyataan Komnas HAM
Martin Lukas Simanjuntak hadir sebagai narasumber di Acara Kabar Petang tvOne, merespon soal pernyataan dari Komnas HAM soal perintah menembak dari Ferdy Sambo, bukan untuk membunuh.
"Terkait Ahmad Taufan Damanik dan teman-temannya di Komnas HAM ya, mereka ini banyak membuat statement keliru.
"Yang pertama adalah ketika dia bilang bahwa Bharada Eliezer saat dalam pengawasan Ferdy Sambo. Dia mengatakan bahwa Richard Eliezer menembak kepala bagian belakang setelah Yoshua tewas, ternyata terbukti salah.
"Yang kedua, setelah tidak adanya kekerasan seksual. Masih dipaksa-paksa kekerasan seksual. Nah yang ketiga sekarang, dia sulit membedakan antara menembak dan membunuh, padahal itu hal yang mudah, kalau orang menyuruh menembak, sudah pasti ada niatan untuk membunuh." ujarnya
Pengacara Bharada E ungkap hasil lie detector
"Klien saya menjalani test lie detector ini sebulan yang lalu ya, jadi pasca dia menyampaikan apa yang terjadi (dilakukan tes lie detector).
Ronny mengatakan bahwa sejak ia mendampingi kliennya Bharada E, orangnya jujur dan telah menyampaikan apa adanya, bahkan melakukan Assesment dengan Psikolog.
Dari sisi Psikolog pun, Pengacara Bharada E mengaku bahwa kliennya jujur dan sudah menerangkan apa yang terjadi sesuai yang tertuang di BAP.
Ronny menyebutkan bahwa Bharada E melakukan tes poligraf dengan materi pertanyaan tentang apa yang disampaikannya di BAP.
"Kita kan menyiapkan ahli psikolog ya, dari lawyer sendiri yah untuk menghadapi sidang. Hasil assesment psikolog menyebutkan bahwa Richard ini individunya nature, dia itu baik, penurut,"
"Jadi ketika dihadapkan dalam suatu situasi atau lingkungan, dia tidak bisa menolak. dia ini kan karena posisi masih muda, hasilnya dia juga belum merasa kokoh kan, belum merasa percaya diri. jadi ketika disampaikan perintah dia sulit untuk menolak," ungkapnya.
Ronny Talapessy menyebutkan bahwa perlu diingat pangkat Bharada E adalah yang paling rendah dan tak punya kuasa untuk menolak, bahkan Bharada E yang dipanggil terakhir sesaat itu dia berdoa ketika telah ditugaskan untuk menembak Brigadir Yoshua.
Lebih lanjut, Ronny Talapessy menerangkan bahwa dari hasil assesment psikolog adalah Bharada E orangnya patuh dan itdak pernah menentang.
"Karena dari hasil assesment Psikolog yang kami siapkan dari lawyer, dia ini penurut, dia dari kecil penurut, dekat sama orangtua dan hangat, jadi dia bukan tipikal anak yang membantah.
"Kemudian, ketika dia menerima suatu perintah, terjadi gejolak dalam dirinya (Bharada E), tapi anak ini tidak berani mengungkapkan atau menolak,
Untuk diketahui dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Bareskrim Polri telah menetapkan total lima tersangka
Diketahui dalam kasus kematian Brigadir J saat ini Polri saat ini sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Irjen Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf serta Putri Candrawathi.
Kejadian itu bermula pada Jumat (8/7/2022), saat Bharada E diperintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J. Selain memerintah, mantan Kadiv Propam itu diduga juga merekayasa kronologi kasus pembunuhan seolah-olah terjadi baku tembak antara Bharada E dan Brigadir J di rumah dinasnya.
Sementara itu, Bripka RR dan KM yang diduga berperan dan ikut membantu serta menyaksikan penembakan Bharada E terhadap korban juga terseret menjadi tersangka.
Mereka dijerat pasal pembunuhan berencana subsider pasal pembunuhan lewat pasal 340 subsider pasal 338 juncto pasal 55 dan pasal 56 tentang pembunuhan berencana.
Tidak hanya itu, sebanyak 97 polisi hingga saat ini telah menjalani pemeriksaan oleh tim inspektorat khusus karena diduga melanggar disiplin dan etika saat menangani perkara ini. Dari jumlah itu, 16 polisi diantara telah menjalani penempatan khusus di Mako Brimob dan Div Propam Polri. (ind)
Jangan Lupa Tonton dan Subscribe tvOneNews