- ANTARA
Besok, PA 212 dan GNPR Turun ke Jalan Tolak BBM Naik
Dia menilai, Presiden Jokowi telah menggunakan kebijakan harga BBM untuk pencitraan politik demik kekuasaan, terutama saat menjelang Pilpres 2019. Untuk itu, kebijakan harga BBM yang semula “berfluktuasi” sesuai perubahan harga minya dunia, telah dirubah untuk ditahan menjadi “harga tetap: selama lebih dari empat tahun. Padahal inflasi terus terjadi setiap tahun (2022:4,3%).
Akibatnya, keterkaitan harga-harga barang dan jasa lain terhadap harga BBM yang semula lancar dan harmonis, berubah menjadi hubungan yang memicu lonjakan tinggi terhadap berbagai harga barang dan jasa lain yang justru memiskinkan dan menyengsarakan.
“Politik harga BBM Jokowi yang penuh pencitraan telah memakan korban mayoritas rakyat Indonesia, tak tekecuali para pendukung dan simpatisan Jokowi sendiri,” tandasnya.
Tak hanya itu, jelas Martak, harga BBM dihitung berdasarkan formula yang antara lain mengandung unsur pajak berupa pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB). Karena menganut paham ekonomi sangat liberal dan tidak berempati kepada nasib rakyat, pemerintah yang seharusnya bisa menghapus pajak di tengah kesulitan ekonomi rakyat, justru teap mengnenak pajak terhadap harga BBM.
Menurut Martak, alasan BBM bersubsidi menjadi beban bagi APBN adalah alasan yang mengada-ada bahkan cenderung menghina rakyat, karena APBN adalah instrument untuk mensejahterakan rakyat, bukan instrument bancakan oligarki. Sehingga segala pengeluaran yang bertujuan bagi kesejahteraan rakyat bukan beban.
“Justru ABPN hari ini dibebani oleh proyek mercusuar Pemerintahan Jokowi yang tidak prioritas dan hanya menguntungkan segelintir pengusaha oligarki, seperti proyek IKN, proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung yang biayanya terus meningkat, pengadaan vaksin yang didominasi swasta, dan proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang ditengarai sarat penggelembungan biaya demi perburuan rente,” tandasnya.
Lanjutnya, pernyataan pemerintah bahwa subsidi BBM akan membuat APBN jebol bagi kami adalah kebohongan, karena dikatakan ada kebutuhan tambahan subsidi energy Rp198 triliun terhadap anggaran subsidi saat ini yang besarnya Rp502 triliun.