Siapa Pauline Hanson, Senator Australia yang Bikin Warga +62 Meradang Karena Sebut Bali Penuh Kotoran Sapi
Jakarta - Seorang senator Australia, Pauline Hanson, mengatakan bahwa warganya yang pulang dari Bali dapat membawa wabah Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) karena menginjak kotoran sapi yang banyak bertebaran di jalanan Bali. Hal itu menuai reaksi keras dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno.
Dari unggahan video pendek di akun instagram pribadi Pauline Hanson di @senatorpaulinehanson, yang diunggah Sabtu (6/8/2022), ia mengatakan, "sapi bebas berjalan-jalan, kotorannya bertebaran. Orang menginjaknya, terbawa di pakaian sehingga saat kembali ke Australia ikut terbawa. Padahal ada virus dalam kotoran itu. PMK merupakan ancaman serius bagi peternakan di Australia."
Unggahan Pauline Hanson juga mendapat reaksi keras dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno.
"Apa yang disampaikan seorang senator Australia @senatorpaulinehanson ini tidak berdasar pada fakta. Secara tegas dan lugas saya sampaikan untuk jangan pernah menghina Bali, ikon dan jantung pariwisatanya Indonesia. Bali kini sudah bangkit dan lapangan kerja sudah kembali tercipta. Jangan ganggu ketenangan, apalagi kepulihan ekonomi kami dengan ucapan yang tidak benar," demikian unggahan instagram @sandiuno.
Siapa Pauline Henson?
Pauline Hanson merupakan politikus Australia yang dikenal dengan pandangan kontroversialnya akan ras dan imigrasi. Pauline Hanson lahir pada 27 Mei 1954 di Brisbane, Queensland, Australia.
Hanson diketahui memiliki empat orang anak. Sebelum terjun ke dunia politik, Hanson sempat membuka toko makanan fish and chip yang kemudian tutup pada awal tahun 1997.
Hanson juga kabarnya sempat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Australia untuk Oxley, Queensland di tahun 1996. Selain itu, Hanson juga sempat terpilih sebagai Senat untuk Queensland pada tahun 2016, dan terpilih kembali pada tahun 2022.
Hanson juga merupakan salah satu pendiri partai Satu Negara. Hanson menjadi pemimpin partai tersebut sejak tahun 1997 sampai tahun 2002, dan 2014 hingga saat ini.
The Conversation melaporkan Hanson dapat dideskripsikan sebagai politikus sayap kanan dengan pandangan populis radikal, seperti mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Aliran populis radikal sendiri memandang imigran dan pengungsi sebagai ancaman terhadap keamanan, keselamatan, dan budaya tertentu.
Dalam pandangan Hanson, warga yang bukan asli Australia harus mengasimilasi atau menganut nilai dan budaya Australia. Jika tidak, lebih baik mereka pergi dari negara itu.
Politikus Rasis
Di tahun 2016, warga Muslim di Queensland menilai Hanson telah bersikap rasis kepada mereka. Hal tersebut merupakan respon dari imbauan Hanson soal mengakhiri imigrasi Muslim di Australia.
Mengutip ABC News, ini merupakan respons dari imbauan Hanson soal mengakhiri imigrasi Muslim di Australia.
"Kita berada dalam bahaya terbawa arus umat Muslim, yang menganut budaya dan ideologi yang tak sesuai dengan kita," kata Hanson.
"Islam tak boleh berada secara signifikan di Australia jika ingin hidup dalam komunitas yang terbuka, sekuler, dan kohesif," lanjutnya. (ito)