- antara
3.498 Perempuan Pimpin dan Bangun Desa Inklusif
Manokwari, Papua Barat - Sebanyak 3.498 perempuan di Indonesia telah menjadi pemimpin desa dan berusaha membangun desa inklusif. “Dalam Undang-undang Desa disebutkan bahwa kepala desa wajib melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender,” kata Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Desa dan PDTT Harlina Sulistyorini, dalam seminar Women 20 di Manokwari, Rabu 8 Juni 2022.
Menurut Herlina, perempuan-perempuan yang menjabat sebagai kepala desa itu, telah tersebar di delapan provinsi Indonesia. Mereka terdapat di Pulau Jawa (1.527), Pulau Sulawesi (736), Pulau Sumatera (648), Pulau Kalimantan (211), Papua (188), Pulau Bali dan Nusa Tenggara (103) dan Kepulauan Maluku (85).
Namun, jumlah kepala desa perempuan di Indonesia masih rendah karena kurang dari lima persen. Padahal terdapat 74.962 desa di seluruh Indonesia. Dengan demikian, partisipasi setiap perempuan harus terus ditingkatkan agar program-program di desa dapat lebih tersistematis, berpihak dan ramah kepada perempuan, penyandang disabilitas dan anak-anak.
Dalam UU Desa juga diatur bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus memperhatikan wilayah perempuan, penduduk dan kemampuan keuangan desa. Suara perempuan dalam musyawarah desa, bisa memberikan gambaran tentang kebutuhan bagi hidup anak-anak di desa secara jelas. Contohnya, dana desa dipakai untuk mendirikan PAUD, pelayanan posyandu ataupun penambahan gizi masyarakat sebagai salah satu upaya mencegah kekerdilan pada anak (stunting).
Dengan pelibatan perempuan dalam musyawarah desa, diharapkan akan mengurangi ketidaksetaraan gender di desa. Dengan demikian, pembangunan desa akan lebih terlihat ramah perempuan dan anak.
“Kami juga berkolaborasi dengan KPPPA dalam penguatan kesadaran gender di desa, sehingga kita ada desa ramah perempuan dan anak,” ujar Herlina.
Harlina mengakui, bahwa saat ini pihaknya belum bisa memastikan jumlah desa inklusif di Indonesia. Namun ia berharap semua desa dapat menjadi inklusif dan berdaya tinggi. Karena itu setiap pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat, dapat bekerja sama untuk mendorong partisipasi perempuan di tingkat desa.
Hal ini penting karena setiap keputusan yang diambil dapat memajukan program dan kinerja desa hingga ke daerah pelosok dan wilayah timur Indonesia. “No one left behind bisa menjadi salah satu tagline kita semua, agar semua masyarakat yang ada di pedesaan bisa menikmati pembangunan mulai dari perempuan, penyandang disabilitas dan seterusnya,” ujar Herlina.(hw)