- joni bane tonapa
Soal Huru-hara Komika Pandji Pragiwaksono, Akademisi: Adat Toraja Itu Penuh Kasih Cinta
Jakarta, tvOnenews.com - Nama komika Pandji Pragiwaksono belakangan ini menjadi sorotan setelah dinilai menghina adat dan budaya Toraja.
Akademisi berdarah Toraja, Dr. Y. Paonganan (Ongen), cucu Puang Dian (Mengkendek Tana Toraja) ikut angkat bicara.
Paonganan menilai hakikat adat Toraja bukanlah untuk menghukum, melainkan untuk menyembuhkan, merangkul, dan mengajarkan kasih.
“Adat Toraja itu penuh kasih, tidak otoriter. Kalau Pandji benar-benar memahami adat Toraja, rasanya dia tidak akan melakukan itu. Tapi dia sudah minta maaf, dan sebagai anak Toraja, saya maafkan. Denda adat itu tidak perlu dituruti,” ujar Paonganan dalam keterangannya, dikutip Minggu (9/11/2025).
Ia juga menegaskan bahwa adat itu bukan alat untuk mempermalukan, tapi untuk memperbaiki sehingga mengajarkan pentingnya kasih dalam setiap tindakan adat.
“Kalau seseorang berbuat salah dan dia sudah meminta maaf, maka yang paling tinggi nilainya adalah memaafkan. Itu kehormatan orang Toraja yang sesungguhnya,” jelasnya.
Ia juga merasa bahwa tuntutan sanksi adat yang muncul justru berpotensi memunculkan persepsi negatif tentang adat Toraja, seolah-olah adat hanya berfungsi untuk menghukum atau mempermalukan orang lain.
Padahal, kata dia, adat Toraja sesungguhnya adalah refleksi dari nilai-nilai spiritual yang dalam, di mana manusia dan sesamanya ditempatkan dalam hubungan yang saling menghormati dan mengasihi.
“Toraja itu cinta, bukan amarah. Kita diajarkan untuk menghormati tamu, memahami perbedaan, dan tidak menghakimi. Pandji sudah meminta maaf. Mari kita tunjukkan bahwa masyarakat Toraja lebih besar dari sekadar reaksi emosional,” tambahnya.
Baginya, kejadian ini seharusnya dimanfaatkan sebagai momentum edukasi nasional dan kesempatan untuk memperkenalkan filosofi dan nilai luhur adat Toraja kepada masyarakat luas.
“Justru ini momen untuk sosialisasikan adat Toraja ke seluruh Indonesia. Banyak orang luar yang belum paham betapa dalam dan indahnya filosofi hidup orang Toraja. Jangan jadikan momen ini untuk marah, tapi untuk memperkenalkan cinta,” terangnya.
Ia turut mengajak para tokoh adat, akademisi, dan generasi muda Toraja agar menjadikan polemik ini sebagai pintu masuk untuk dialog budaya.