- Wikipedia
Dari Istiqlal ke Katedral, Terowongan Silaturahim Jadi Wujud Nyata Toleransi Indonesia
Jakarta, tvOnenews.com – Di tengah hiruk pikuk ibu kota, berdiri dua rumah ibadah besar yang menjadi saksi harmoni lintas iman: Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Keduanya kini terhubung oleh sebuah jalur bawah tanah yang disebut Terowongan Silaturahim—sebuah karya arsitektur sekaligus simbol persaudaraan di Indonesia.
Diresmikan pada 12 Desember 2024, Terowongan Silaturahim dibangun untuk mempermudah akses jemaah antar dua tempat ibadah tersebut, terutama saat perayaan hari besar keagamaan. Tak sekadar penghubung fisik, terowongan ini merepresentasikan nilai persatuan dan saling menghormati di tengah keberagaman bangsa.
Terowongan sepanjang 34 meter itu dibangun selama 280 hari dengan biaya Rp38,9 miliar. Dilengkapi area parkir bawah tanah yang mampu menampung 1.000 kendaraan, struktur ini berdiri enam meter di bawah permukaan tanah. Di dalamnya terdapat instalasi seni berjudul Wat Hati karya seniman Bandung, Sunaryo, yang bermakna “Jembatan Hati.”
Imam Besar Masjid Istiqlal menegaskan bahwa makna terowongan ini jauh melampaui wujud fisik. “Kita tidak ingin terowongan ini diresmikan hanya sebagai kotak kosong. Harus ada narasi,” ujarnya kala itu. Ia menolak simbol keagamaan sektoral dan memilih narasi kebangsaan—pesan universal tentang kasih dan persaudaraan.
Kini, Terowongan Silaturahim menjadi ruang perjumpaan, tempat umat saling bertegur sapa di tengah langkah menuju ibadah masing-masing. Seperti pesan sang Imam Besar yang menyentuh hati, “Kalau dulu saya melihat Katedral sebagai tetangga, sekarang saya melihatnya sebagai saudara.”
Empat Kunci, Satu Pintu Persaudaraan: SMA Pangudi Luhur Rayakan 60 Tahun dengan Doa Lintas Iman
Semangat persaudaraan itu pula yang dihidupi oleh SMA Pangudi Luhur Jakarta, yang baru-baru ini menggelar doa lintas iman di Terowongan Silaturahim. Acara bertajuk “Empat Kunci, Satu Pintu Persaudaraan” tersebut menjadi bagian dari rangkaian perayaan 60 tahun SMA Pangudi Luhur, dengan tema besar “Bikin Geter.”
Kegiatan ini mempertemukan empat lembaga utama: Keuskupan Agung Jakarta, Masjid Istiqlal, Yayasan Pangudi Luhur, dan SMA Pangudi Luhur. Dalam prosesi simbolik, para perwakilan berjalan dari dua arah, bertemu di tengah terowongan sambil membawa empat kunci—lambang tekad bersama untuk membuka pintu persaudaraan.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Suparman, menegaskan pentingnya semangat kasih lintas agama.
“Kita tidak perlu mempertentangkan perbedaan, karena semua agama mengajarkan kasih. Perbedaan itu nyata, tetapi bukan untuk dipertentangkan,” ujarnya.
Ketua Ikatan Alumni Pangudi Luhur (IKPL), Ichsan Perwira Kurniagung, menambahkan,
“Toleransi bukan slogan, tetapi komitmen. Keberagaman bukan alasan untuk terpecah, melainkan untuk saling merangkul.”
Empat kunci simbolik yang dibawa dalam prosesi melambangkan makna yang mendalam: kedamaian dari Masjid Istiqlal, kasih dari Gereja Katedral, pendidikan karakter dari Yayasan Pangudi Luhur, serta semangat brotherhood dari para alumni.
Ketua Yayasan Pangudi Luhur, Bruder Fransiskus Asisi Dwiyatno, FIC, menegaskan nilai pendidikan humanis yang dihidupi sekolah tersebut.
“Anak-anak Pangudi Luhur belajar untuk hidup bersaudara lintas budaya dan agama. Nilai ini bukan hanya diajarkan, tetapi dihidupi,” katanya.
Sejak berdiri pada 1965, SMA Pangudi Luhur dikenal sebagai sekolah yang menanamkan nilai kasih, tanggung jawab, dan solidaritas lintas iman. Melalui doa lintas agama di Terowongan Silaturahim, nilai-nilai itu kini menemukan ruang simbolik yang nyata—bahwa perbedaan bukanlah sekat, melainkan jembatan menuju persaudaraan sejati. (nsp)