- Istimewa
Dari Ejekan hingga Duka: Kronologi Lengkap Tragedi Timothy Anugerah Saputra di Kampus Unud
Disclaimer: Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi dan refleksi, bukan untuk menginspirasi atau membenarkan tindakan bunuh diri dalam bentuk apa pun. Jika Anda atau orang terdekat Anda mengalami tekanan berat, depresi, atau memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri, segera cari pertolongan profesional.
Bali, tvOnenews.com – Suasana duka menyelimuti kampus Universitas Udayana (Unud), Bali, pada Selasa (15/10/2025). Seorang mahasiswa bernama Timothy Anugerah Saputra, semester VII jurusan Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), ditemukan meninggal dunia setelah diduga melompat dari lantai empat gedung fakultasnya.
Kabar ini bukan hanya menyentak civitas akademika Unud, tapi juga publik luas. Nama Timothy mendadak viral di media sosial setelah muncul dugaan ia menjadi korban perundungan (bullying) di lingkungan pertemanan kampus. Namun di balik tragedi ini, tersimpan pelajaran berharga tentang pentingnya membangun ruang belajar yang lebih aman, berempati, dan saling menghargai.
Kronologi Singkat dan Reaksi Publik
Pagi itu, sekitar pukul 09.00 WITA, Timothy ditemukan tidak bernyawa di sekitar gedung FISIP Unud. Informasi yang beredar cepat di media sosial memicu gelombang duka dan kemarahan. Banyak warganet menyoroti adanya dugaan perundungan yang dialami korban.
Meski penyelidikan masih berlangsung, tragedi ini membuka mata publik bahwa bullying bukan sekadar candaan atau ejekan ringan, melainkan bisa menimbulkan luka psikologis yang dalam dan fatal.
Mahasiswa Berprestasi yang Dikenal Ramah
Timothy lahir di Bandung, 25 Agustus 2003. Ia dikenal sebagai mahasiswa cerdas, santun, dan aktif berdiskusi. Teman-temannya menggambarkan sosoknya sebagai pribadi lembut yang selalu siap membantu siapa pun.
Meski merantau jauh dari keluarganya, Timothy dikenal cepat beradaptasi di lingkungan barunya. Ia kerap mengikuti kegiatan akademik dan organisasi, menunjukkan semangat belajar yang tinggi dan kepedulian sosial. Namun di balik senyumnya, tak banyak yang tahu beban batin yang ia rasakan akibat ejekan yang diterimanya dari sebagian rekan kampus.
Langkah Tegas Universitas Udayana
Pihak kampus bergerak cepat merespons kasus ini. Enam mahasiswa yang terlibat dalam percakapan tidak pantas di media sosial setelah kejadian itu dipecat dari organisasi kemahasiswaan masing-masing.
Empat di antaranya merupakan pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (Himapol) FISIP Unud, yakni Vito Simanungkalit, Muhammad Riyadh Alvitto Satriyaji Pratama, Maria Victoria Viyata Mayos, dan Anak Agung Ngurah Nanda Budiadnyana. Dua lainnya berasal dari organisasi kampus berbeda.
Pernyataan resmi Himapol menyebut tindakan mereka “amoral dan menambah luka bagi yang berduka.” Selain sanksi organisasi, pelaku juga dikenai sanksi akademik. Mereka telah menyampaikan permintaan maaf terbuka dan menyatakan siap bertanggung jawab atas perbuatannya.
Pelajaran untuk Semua: Kampus Harus Jadi Ruang Aman
Tragedi Timothy mengundang keprihatinan nasional. Banyak mahasiswa dan alumni dari berbagai universitas menuliskan refleksi di media sosial tentang pengalaman serupa.
Dari kejadian ini, pesan penting muncul: kampus bukan sekadar tempat belajar teori, tapi juga tempat menumbuhkan empati dan kemanusiaan. Setiap perguruan tinggi perlu memiliki sistem konseling psikologis yang mudah diakses, serta menanamkan budaya saling menghargai di lingkungan akademik.
Keluarga Timothy menyatakan keikhlasan atas kepergian putra mereka dan berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak. “Kami hanya ingin tidak ada lagi anak yang mengalami hal serupa,” ujar salah satu anggota keluarga melalui pernyataan singkat.
Refleksi: Empati Adalah Tanda Cerdas Sejati
Tragedi ini mengingatkan bahwa di balik prestasi akademik dan dinamika organisasi, rasa empati adalah kunci menjaga kehidupan kampus yang sehat. Bullying, dalam bentuk apa pun, bukanlah bagian dari budaya mahasiswa.
Jika Anda atau rekan Anda mengalami tekanan psikologis, jangan ragu mencari bantuan profesional atau mendatangi layanan konseling kampus. Mari bersama menciptakan lingkungan yang aman, di mana setiap mahasiswa bisa tumbuh tanpa takut dihakimi.
Karena sejatinya, kampus yang berempati adalah kampus yang beradab. (nsp)