- BPMI Istana Negara
Setahun Masa Pemerintahan Prabowo Subianto, Akademisi Sebut Negara Punya Strategi Buat ‘Kecut’ Mafia Ekonomi
Jakarta, tvOnenews.com – Pemerintahan era Presiden RI, Prabowo Subianto telah memasuki masa satu tahun masa kepemimpinannya dengan berbagai program prioritas yang berjalan.
Akademisi FISIP Universitas Udayana (Unud), Efatha Filomeno Borromeu Duarte menilai satu tahun pemerintahan Presiden RI, Prabowo Subianto membawa perubahan mendasar dalam cara negara menegakkan kekuasaan.
Ia mengatakan Prabowo telah menciptakan grammar baru kekuasaan atau tata bahasa baru dalam hubungan negara dan para pemodal besar.
“Selama ini kita sibuk menghitung berapa triliun aset koruptor yang disita. Padahal, angka-angka itu hanya gejala. Bukan penyakitnya,” kata Efatha kepada awak media, Jakarta, Kamis (17/10/2025).
Efatha memaparkan keberhasilan pemerintahan Prabowo bukan pada besarnya aset sitaan, tapi pada efek kejut (shock therapy) yang membuat para mafia sumber daya kini berhitung ulang.
Efatha menilai keberhasilan ini terjadi karena adanya sinergi nyata antar-lembaga negara yang belum pernah seefektif ini sebelumnya.
“Dulu, menambang ilegal atau membabat hutan bukan kejahatan, tapi model bisnis. Sekarang logika itu dibalik total. Negara mengirim pesan tegas, dimana era negosiasi sudah selesai. Polri, Kejaksaan, TNI, dan kementerian teknis kini bergerak seperti satu tubuh. Ini bukan sinergi rapat, tapi sinergi lapangan,” ujarnya.
Ia menyebut model ini berhasil karena komando pemerintahan terpusat pada pucuk pimpinan yakni Presiden.
Menurutnya ego sektoral berhasil dipatahkan, arah kebijakan menjadi tunggal, dan koordinasi berjalan presisi.
Efatha menilai Prabowo memahami bahwa melawan mafia ekonomi tidak bisa hanya pakai kacamata hukum pidana.
Ia menyebut pemerintahan Prabowo kini menjalankan tiga serangan strategis untuk melumpuhkan jaringan ekonomi hitam, melalui amputasi finansial dengan memiskinkan korporasi sejak awal penyidikan.
“Para predator itu bukan kriminal biasa. Mereka adalah criminal enterprise, dimana perusahaan kejahatan dengan dua bahan bakar berupa modal dan waktu. Lalu mempercepat proses hukum agar mafia tak sempat menyuap atau mengatur perlawanan dan menghancuran ekosistem gelap dengan membuka data perizinan secara transparan agar publik bisa ikut mengawasi, strategi ini bukan populisme, tapi strategi geopolitik ekonomi. Negara merebut kembali kendali atas sumber daya nasional", tegasnya.
Efatha menilai pendekatan pemerintahan Prabowo bukan lagi sekadar penegakan hukum, melainkan operasi strategis untuk memenangkan perang ekonomi nasional.
“Selama ini kita sibuk menangkap tikus satu per satu. Pemerintahan ini memilih membakar lumbungnya dan menutup akses airnya. Itu strategi untuk memenangkan peperangan, bukan sekadar menghukum pelaku,” ujarnya.
Menurut Efatha, arah kebijakan setahun era pemerintahan Prabowo menunjukkan pergeseran paradigma besar dalam tata kelola negara.
"Dari hukum yang reaktif ke strategi yang ofensif.
Dari sekadar menghukum ke memenangkan sistem dan dari penegakan sektoral ke orkestrasi nasional", tandasnya.
Tambahnya, jika model ini bisa dilembagakan, Indonesia akan punya sistem kekuasaan yang bukan hanya menegakkan hukum saja.
"Tapi juga memenangkan peperangan strategis melawan para predator ekonomi yang merusak sendi ekonomi dan politik nasional,” pungkasnya. (raa)