- tvOnenews - Taufik
Jeritan Pedagang JPM Tanah Abang Terkait Omzet Anjlok: Sekarang Cari Rp200 Ribu Susah
Jakarta, tvOnenews.com - Seorang Pedagang Tas, Hari (61) ceritakan jeritan pedagang Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang terkait omzet anjlok di tengah biaya sewa kios yang menekan.
Ia ceritakan, saat ini para pedagang harus menghadapi kenyataan pahit, karena penjualan mereka merosot tajam hingga tak jarang tiga hari tanpa satu transaksi.
Bahkan Hari (61) ungkapkan, betapa drastisnya penurunan omzet yang dialaminya sejak pandemi hingga kini.
Saat ditemui tvOnenews.com, di kiosnya berukuran sempit, pada hari Senin (6/10/2025), Pedagang JPM itu juga ceritakan terkait omzetnya, yang kini hanya sepertiga dari masa sebelum COVID-19.
“Ya itu dia. Karena kita omzet menurun, karena memang jauh omzet. Kadang sampai tiga hari gak laris,” tutur Hari dengan nada berat.
Menurutnya, di masa sebelum pandemi COVID-19, penghasilan harian dari berjualan tas bisa mencapai Rp560 ribu hingga Rp600 ribu per hari. Kini, jumlah itu anjlok tajam.
“Kalau jaman sebelum COVID, duit Rp560 ribu kecil. Sekarang duitnya Rp300 ribu udah alhamdulillah. Cari Rp200 ribu aja susah sekarang. Merosot. Merosotnya sangat deras,” ungkapnya.
Hari juga menyoroti kebijakan biaya sewa kios yang tinggi dianggap makin memperparah kondisi pedagang. Awalnya, kata dia, sewa kios di JPM hanya Rp560 ribu per bulan ketika masih dikelola langsung oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Namun, setelah pengelolaan diserahkan kepada pihak swasta, tarif melonjak hingga Rp1,4 juta.
“Dulu dimulai Rp560.000. Dipegang langsung Sarana Jaya. Terus pengelolaannya diberikan kepada swasta. Waktu itu naik Rp1.443.000, terus kita demo. Kita surat segala macam, tidak ditanggapin, kita demo,” ujarnya.
Aksi protes besar-besaran yang dilakukan tahun 2024, kata Hari, akhirnya membuat tarif sedikit diturunkan menjadi Rp1,3 juta. Namun, penurunan itu tidak serta-merta memperbaiki nasib pedagang.
Kondisi pasar justru semakin sepi, terutama setelah adanya pintu masuk baru ke Stasiun Tanah Abang yang membuat arus pejalan kaki tak lagi melewati kios mereka.
“Demo ya lebih kasar dari yang sekarang. Itu tahun lalu. Akhirnya turunlah dia ke angka Rp1.300.000. Makin sepi nih. Dengan adanya pintu masuk kereta api di sebelah sana, kita memang agak sepi,” katanya.
Hari menduga, selain faktor lokasi dan kebijakan pengelola, penurunan omzet juga disebabkan oleh minimnya uang yang beredar di masyarakat.
“Tapi mungkin karena memang duit yang beredar udah kurang kali ya. Minat-minat pembelinya rendah banget,” ucapnya pelan.
Kisah Hari menjadi potret nyata getirnya perjuangan pedagang kecil di tengah biaya sewa tinggi dan menurunnya daya beli. Di lorong panjang JPM Tanah Abang yang kini makin lengang, mereka terus bertahan—berharap roda ekonomi rakyat kembali berputar seperti dulu. (agr/aag)