- polri.go.id
Reformasi Tak dibutuhkan Polri Dinilai Lebih Membutuhkan Restorasi
Jakarta, tvOnenews.com – Belakangan desakan reformasi Polri menggaung dari publik buntut rentetan kerusuhan pasaca aksi demontrasi yang terjadi pada akhir Agustut 2025.
Merespons hal tersebut, Pendiri Haidar Alwi Institut (HAI), Haidar Alwi menilai jika Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 telah menjadi titik reformasi bagi institusi Polri.
Menurutnya UU tersebut adalah fondasi besar yang memutus rantai subordinasi militer dan menegakkan prinsip independensi.
"Inilah mengapa istilah restorasi jauh lebih tepat. Restorasi berarti mengembalikan Polri pada jati diri yang sesungguhnya: aparat negara yang berani, bersih, dan humanis,"kata Haidar Alwi kepada awak media Selasa (16/9/2025).
"Restorasi berarti merenovasi tanpa menggoyahkan pilar. Memperbaiki kelemahan tanpa meruntuhkan struktur, dan menegakkan kembali nilai-nilai luhur yang dulu menjadi alasan mengapa reformasi digelorakan," sambungnya.
Haidar menuturkan reformasi Polri kerap kali digaungkan setiap kali ada kejadian yang melibatkan kepolisian.
Haidar menjelaskan pada tahun 2011 wacana reformasi Polri mengemuka setelah kasus Mesuji Lampung, Sumsel dan Bima NTB.
Hal tersebut timbul lagi pada tahun 2015 seiring isu dugaan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK hingga kemudian tahun 2022 kembali disuarakan setelah kasus Ferdy Sambo.
Berikutnya tahun 2024 pasca polemik penguntitan Jampidsus Kejagung oleh oknum Densus 88 serta tuduhan partai tertentu yang mengkambinghitamkan Polri atas kekalahan kandidatnya dalam Pemilu.
Terakhir, baru-baru ini reformasi Polri dan pergantian Kapolri disuarakan menyusul tewasnya seorang pengemudi ojek online dalam kerusuhan Agustus 2025.
"Jika dicermati, polanya berulang dan mudah ditebak. Satu kasus individu dijadikan pintu masuk untuk menggoreng isu kelembagaan. Satu pelanggaran segera dibesar-besarkan menjadi kegagalan sistem. Seolah-olah Polri secara keseluruhan gagal. Seolah-olah seluruh reformasi yang telah dilakukan sejak 1999 tidak pernah ada," jelas Haidar Alwi.
Ia menilai terjadi pengaburan persoalan ketika setiap masalah operasional atau moral oknum dijawab dengan tuntutan reformasi kelembagaan.
Narasi yang diulang-ulang ini membentuk persepsi seolah Polri adalah sistem yang cacat, padahal yang terjadi hanyalah upaya sistematis untuk menggerus kepercayaan publik sekaligus menguji keteguhan negara.
"Negara tidak boleh terjebak dalam siklus kelemahan ini, di mana setiap persoalan kecil langsung dijawab dengan wacana besar yang mempreteli institusi penopang keamanan nasional. Itu bukan jalan menuju perbaikan, melainkan jalan menuju delegitimasi," ungkap Haidar Alwi.