- IST
Kompolnas Desak Dua Polisi Pelindas Driver Ojol Affan Kurniawan Dipecat Tanpa Hormat
Jakarta, tvOnenews.com – Kasus tewasnya pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan akibat dilindas kendaraan taktis Brimob Polda Metro Jaya masih menjadi sorotan publik. Kini, dua anggota polisi yang diduga terlibat langsung, Komisaris Kosmas Kaju Gae (Kompol K) dan Bripka Rohmat (Bripka R), mulai menjalani sidang kode etik profesi Polri.
Keduanya didakwa melakukan pelanggaran etik kategori berat. Selain ancaman sanksi etik, keduanya juga akan diproses pidana. Sidang etik bagi Kosmas dijadwalkan berlangsung Rabu (3/9/2025), sementara Bripka Rohmat dijadwalkan sehari setelahnya. Namun, tidak menutup kemungkinan kedua sidang digelar sekaligus mengingat bukti-bukti yang sudah lengkap.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), M Choirul Anam, menegaskan sidang etik ini tidak boleh berlarut-larut. “Saya kira ini seharusnya tidak terlalu lama karena rekam jejak digitalnya ada. Jadi kita tidak perlu debat panjang. Komitmen kelembagaan kepolisian juga jelas untuk menuntaskan kasus ini dengan seterang-terangnya,” ujar Anam.
Kompolnas Desak Pemecatan
Kompolnas secara tegas mendorong agar kedua oknum polisi tersebut dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan langsung. Menurut Anam, langkah ini penting untuk menunjukkan ketegasan Polri sekaligus memberi pesan moral bahwa aparat harus menahan diri dalam menghadapi unjuk rasa.
“Ini penting bagi kita semua. Dalam berbagai konteks, aparat memang harus menahan diri. Pendekatan yang mengedepankan pengendalian diri akan mencegah jatuhnya korban dalam unjuk rasa,” tegasnya.
Sidang etik ini digelar di Gedung Trans National Crime Center (TNCC) Polri, Jakarta, dengan pengamanan ketat. Puluhan jurnalis memantau jalannya persidangan sejak pagi. Keputusan akhir majelis etik diharapkan bisa segera diumumkan.
Lima Polisi Lain Menyusul
Selain Kosmas dan Rohmat, terdapat lima anggota Brimob lain yang juga ditetapkan sebagai terduga pelanggar etik, yakni Aipda M Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Bharaka Jana Edi, dan Bharaka Yohanes David. Kelimanya diduga melanggar etik kategori sedang, dengan ancaman sanksi berupa penempatan khusus, mutasi, demosi, hingga penundaan kenaikan pangkat. Sidang etik bagi mereka akan digelar setelah sidang dua pelaku utama tuntas.
Sebelumnya, Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Divpropam Polri, Brigjen Pol Agus Wijayanto, menyebut pihaknya sudah menyelesaikan pemeriksaan kode etik terhadap semua terduga pelanggar dan saksi. Bahkan, orangtua almarhum Affan Kurniawan, Zulkifli, juga telah dimintai keterangan.
Selain keterangan saksi, Divpropam juga menganalisis berbagai bukti, mulai dari foto, video yang beredar di media sosial, hingga visum korban. Semua dokumen ini akan menjadi bagian dari pertimbangan majelis etik dalam menjatuhkan sanksi.
Komnas HAM: Ada Dugaan Pelanggaran HAM
Di sisi lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai insiden pelindasan yang menewaskan Affan Kurniawan mengandung unsur dugaan pelanggaran HAM. “Yang pasti ada pelanggaran HAM. Unsur kesengajaan atau kelalaian masih harus dibuktikan. CCTV yang beredar masih sepotong, sehingga kami butuh rekaman yang lebih lengkap,” kata Komisioner Komnas HAM, Saurlin P Siagian.
Komnas HAM telah memeriksa ketujuh terduga pelanggar dan masih menganalisis hasil keterangan mereka. Hasil penyelidikan ini nantinya akan disampaikan untuk memastikan bentuk pelanggaran HAM yang terjadi dalam peristiwa tragis tersebut.
Ujian Serius bagi Polri
Kasus tewasnya Affan Kurniawan bukan sekadar tragedi, tetapi juga menjadi ujian serius bagi komitmen Polri dalam menegakkan disiplin internal dan menjaga citra institusi. Publik kini menunggu apakah sidang etik akan menjatuhkan sanksi tegas berupa pemecatan terhadap kedua polisi yang diduga menjadi aktor utama peristiwa pelindasan tersebut.
Dengan sorotan besar dari masyarakat, sidang ini diharapkan bisa memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban serta mempertegas prinsip bahwa aparat negara tidak boleh bertindak sewenang-wenang dalam menghadapi demonstrasi. (nsp)