- istimewa
Sebelum Didor, DN Aidit Sempat Bikin Murka 'Algojo', Bukannya Ucap Pesan Terakhir, Dedengkot PKI Itu Malah...
tvOnenews.com - Mungkin Anda sudah tidak asing lagi dengan sosok DN Aidit. Lahir pada tanggal 30 Juli 1923, Aidit dikenal sebagai pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI).
PKI, khususnya Aidit, dituduh sebagai dalang dari peristiwa penculikan enam orang jenderal serta seorang perwira TNI Angkatan Darat (AD). Hingga saat ini peristiwa itu dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S).
G30S merupakan salah satu peristiwa kelam yang menjadi bagian dari sejarah Indonesia. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965 tersebut membuat sebanyak enam jenderal serta seorang perwira TNI AD meninggal dunia.
Ketujuh orang tersebut berawal dari penculikan, dimana pada akhirnya Jenderal Ahmad Yani, Brigadir Jenderal D.I. Pandjaitan, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, Mayor Jenderal M.T. Haryono, Mayor Jenderal S. Parman, dan Letnan Satu Pierre Tendean dibunuh. Jasad mereka kemudian dimasukkan ke dalam suatu lubang sumur tua di area Lubang Buaya, Jakarta Timur.
- Dok. Kementerian Komunikasi dan Informatika RI via commons.wikimedia.com/Davidelit
DN Aidit yang saat itu merupakan pemimpin PKI, akhirnya ditangkan pada 22 November 2025. Dalam buku Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara (2010) dijelaskan, bahwa pria kelahiran Pulau Belitung tersebut ditangkap oleh anak buah Komandan Brigade Infanteri 4 Kodam Diponegoro Kolonel Yasir Hadibroto.
Anak buah Kolonel Yasir kemudian membawa Aidit ke Loji Gandrung untuk diinterograsi. Masih dari buku Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara, Aidit membuat pengakuan tertulis sebanyak 50 halaman yang isinya antara lain bahwa hanya dirinyalah yang bertanggung jawab atas peristiwa G30S.
Di sisi lain, Aidit terus-menerut meminta dipertemukan dengan Presiden Soekarno. Namun, berkali-kali pula keinginan itu ditolak oleh Kolonel Yasir.
Keesokkan harinya, Aidit, yang kedua tangannya diborgol, dibawa oleh Kolonel Yasir menaiki jip meinggalkan Solo. Dalam buku Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara, disebutkan bahwa ada tiga jip yang berada dalam iring-iringan pagi itu. Aidit berada di jip paling terakhir bersama Kolonel Yasir.