- MCH 2024
Komnas Haji: Jika UU Haji Umrah Terlalu Kaku dan Indonesiasentris, Penyelenggara Rentan Hadapi Masalah Hukum
Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj mendorong revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 agar fleksibel dan tidak Indonesiasentris.
Jika terlalu kaku dan rigid, siapapun yang mengelola dan bertanggungjawab menyelenggarakan ibadah haji akan rentan menghadapi masalah hukum.
Mustolih mengatakan hal itu dalam Forum Legislasi yang diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI di Gedung DPR RI, Selasa 19 Agustus 2025.
Selain Firman, forum diskusi yang diikuti sejumlah wartawan itu menampilkan narasumber Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj dan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abidin Fikri.
- Kemenag
Menurut Dosen UIN Jakarta ini, 90 persen penyelenggaraan ibadah haji dilakukan di Arab Saudi.
Sisanya seperti pendaftaran, manasik haji, dan pengurusan dokumen seperti paspor dan visa dilakukan di dalam negeri.
"Kalau UU Haji dan Umrah tidak ada relaksasi, tidak ada integrasi dengan taklimatul hajj, dengan aturan-aturan yang ada di Arab Saudi, maka siapapun yang mengelola dan menanggungjawabi ibadah haji akan rentan menghadapi proses hukum," katanya.
Mustolih Siradj menilai draft RUU Haji dan Umrah yang telah menjadi usul inisiatif DPR, terlalu Indonesiasentris.
"Satu contoh terkait aturan kuota haji. UU No 8/2019 yang eksisting hari ini, kuota haji khusus angkanya sebesar 8%. Tidak ada frasa paling banyak, tidak ada paling sedikit," paparnya.
Sehingga apabila diasumsikan kuota haji khusus sebesar 8%, haji reguler mendapatkan 92%.
"Ini akan sulit diimplementasikan. Karena pasti dalam penyelenggaraan ibadah haji itu ada kuota yang tidak terserap. Pasti, karena ini menyangkut manusia. Bisa karena meninggal dunia, bisa hamil, bisa sakit, atau hambatan-hambatan lain, urai Mustolih.
Jika kuota haji tidak terserap, kata Mustolih, artinya pemerintah atau penyelenggara haji melanggar aspek besaran kuota.
"Tapi sayangnya ini belum dipahami. Apalagi dalam draft revisi UU yang baru nanti, DPR terlibat dalam penentuan kuota haji. Maka akan sangat birokratis, sementara dikejar waktu dalam penyelenggaraan ibadah haji. Seperti yang terjadi di tahun 2024, DPR sedang reses dan menghadapi pemilu, sementara pemerintah berjibaku menyelenggarakan ibadah haji," kata Mustolih.