- ANTARA
KPK Buru Pelaku Utama di Kasus Korupsi Kuota Haji 2024
Jakarta, tvOnenews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membidik 'intelektual dader' dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024 yang disebut merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun.
Dalam kasus tindak pidana korupsi, intelektual dader merujuk pada pelaku utama yang memiliki peran intelektual atau perencana. Bahasa lain adalah otak kejahatan atau master mind.
"Jadi, tidak hanya eksekutornya saja tetapi siapa yang jadi mastermind-nya. Jadi, siapa yang memberikan perintah dan lain-lain, kemudian terkait dengan aliran uangnya," beber Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Kantornya, Jakarta, Selasa (12/8/2025) malam.
Asep menuturkan kuota haji tambahan sebanyak 20.000 tidak diperuntukkan sesuai dengan undang-undang.
Tambahan kuota haji tersebut diperoleh setelah pertemuan bilateral antara Presiden ke-7 RI Joko Widodo dengan Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri (PM) Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman Al-Saud pada 19 Oktober 2023 lalu.
Berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
Kuota haji khusus terdiri atas jemaah haji khusus dan petugas haji khusus. Lebihnya yakni 92 persen diperuntukkan untuk kuota haji reguler.
Tambahan kuota haji sebanyak 20.000 seharusnya dibagikan untuk jemaah haji reguler sebanyak 18.400 atau setara dengan 92 persen, dan kuota haji khusus sebanyak 1.600 atau setara dengan 8 persen.
Dengan demikian, seharusnya haji reguler yang semula hanya 203.320 akan bertambah menjadi 221.720 orang. Sementara haji khusus yang semula 17.680 akan bertambah menjadi 19.280 orang.
Namun, dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Menteri Agama saat itu Yaqut Cholil Qoumas pada tanggal 15 Januari 2024 justru mengatur pembagian 10.000 untuk kuota haji reguler dan 10.000 untuk kuota haji khusus. KPK akan mendalami SK tersebut apakah usulan dari bawah ke atas (bottom up) atau perintah dari atas ke bawah (top down).
"SK itu menjadi salah satu bukti, kita perlu banyak bukti, satu sudah kita peroleh itu SK, tentunya kita harus mencari bukti lain yang menguatkan. Apakah yang bersangkutan [Yaqut Cholil Qoumas] merancang sendiri SK itu atau apakah SK itu sudah jadi lalu disodorkan kepada yang bersangkutan untuk ditandatangani. Ini yang kita dalami," ungkap Asep. (aag)