- Istimewa
Polisi Bongkar Kasus "Open BO" Anak di Bawah Umur, Dikendalikan Pelaku dari Lapas Cipinang
Jakarta, tvOnenews.com - Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya membongkar kasus perdagangan anak di bawah umur (Open BO) yang dikendalikan oleh seorang narapidana berinisial AN (40) di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Jakarta Timur.
“Perkara pengungkapan kasus perdagangan orang dengan korban anak di bawah umur dengan modus open BO. Dan ini uniknya dan mirisnya dilakukan oleh pelaku di dalam Lembaga Pemasarakatan Kelas 1 Cipinang,” kata Kasubbid Penmas Polda Metro Jay, AKBP Reonald Truly Sohumuntal Simanjuntak, saat konferensi pers, Sabtu (19/7).
Lebih lanjut, Reonald mengatakan bahwa kasus ini diungkap berkat hasil kerja sama dan koordinasi Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya dengan Ditjenpas Kemenimipas dan Kalapas kelas I Cipinang.
Dalam kesempatan yang saman, Plh Kasubdit II Ditsiber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Eco Tampubolon menyebutkan bahwa pelaku merupakan narapidana yang masih menjalani hukuman di Lapas Cipinang.
“Jadi AN ini adalah narapidana yang juga telah menjalani hukuman dengan tindak pidana yang sama. Yang sebelumnya juga melakukan perdagangan orang dan divonis 9 tahun sudah melaksanakan hukuman selama 6 tahun,” jelas Herman.
Adapun kasus ini terungkap bermula saat tim melakukan patroli siber dan menemukan akun media sosial X yang mempromosikan dan membuat grup open BO pelajar Jakarta dengan nama pretty1185.
“Kami mengungkap dan menangkap dan mengamankan para korban di salah satu hotel yang ada di Jakarta Selatan. Dari korban tersebut akhirnya kita mendapatkan informasi bahwa terdapat dua anak yang sudah menjadi korban eksploitasi daripada pelaku inisial AN yang dikendalikan oleh pelaku di dalam lembaga permasyarakatan Cipinang,” tukas Herman.
Selanjutnya, korban mengaku sudah dieksploitasi oleh pelaku sejak bulan Oktober tahun 2023. Awalnya pelaku berkenalan dengan perempuan-perempuan anak di bawah umur melalui akun media sosial Facebook.
“Kemudian pelaku nanti akan mengajak secara terang-terangan menawarkan kepada korban dan mengiming-imingi korban sebagai pekerja seks komersil. Mengiming-imingi uang mulai dari 800 hingga 1 juta rupiah setiap kali melayani orang yang memesan,” ungkap Herman.
Setelah pelaku mendapat persetujuan dengan si anak, maka pelaku akan membuat grup media sosial telegram yang di dalamnya pelaku mengiklankan dan memasang foto anak dengan menggunakan seragam sekolah dan mempromosikannya.
“Setelah ada orang yang tertarik dan melakukan komunikasi dengan pelaku, selanjutnya pelaku akan menentukan dimana lokasi hotel yang akan disiapkan dan berapa jumlah pembayaran yang harus dibayarkan,” jelas Herman.
Kemudian setelah anak korban bertemu dengan pemesan BO, hasilnya akan dibagi dua. Nantinya 50 persen akan diterima oleh si anak dan 50 persen akan diterima oleh pelaku yang ada di dalam lapas.
“Dan berapa kali dia (korban) diperdagangkan, ini keterangan daripada korban sudah lupa karena minimal dalam 1 minggu dia bisa melayani 1-2 kali para predator-predator yang menginginkan atau mengeksploitasi secara seksual terhadap anak tersebut,” tegas Herman.
Dalam pengungkapan kasus ini, pihak kepolisian juga berhasil menyita barang bukti berupa handphone beserta akun-akun media sosial yang digunakan oleh pelaku untuk mengiklankan dan mempromosikan anak-anak ini.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka dikenakan Undang-Undang ITE dan juga Undang-Undang perlindungan anak dengan ancaman 15 tahun penjara.
“Karena selain dia mempromosikan dan menjual dengan perdagangan anak melalui media dan juga pelaku melakukan eksploitasi atau memperdagangkan anak tersebut,” tutup Herman. (ars/dpi)