- Istimewa
Pengamat Kritisi Pengiriman Bantuan 10.000 Ton Beras ke Palestina di Tengah Krisis Pangan
Jakarta, tvOnenews.com - Pengamat hukum dan politik Pieter C Zulkifli kritisi pengiriman 10.000 ton beras ke Palestina yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Pengiriman 10.000 ton beras ke Palestina oleh pemerintah atas arahan Presiden Prabowo Subianto dinilai berpotensi menjadi bentuk empati semu, baik secara moral maupun politik.
Pasalnya, menurut Pieter langkah itu dilakukan di tengah derita rakyat sendiri yang masih berjibaku dengan kelaparan dan krisis pangan.
Menurut Pieter, ketika negara memilih tampil dermawan ke luar negeri, namun abai pada jutaan perut lapar di kampung-kampung sendiri, maka yang terjadi bukanlah solidaritas melainkan pengkhianatan terhadap prioritas.
"Pemimpin bukan diukur dari citra global, tapi dari keberpihakan yang konkret pada rakyatnya sendiri," kata Pieter dikutip dari keterangan resminya, di Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Meski begitu Pieter Zulkifli menilai solidaritas adalah nilai luhur yang tak boleh lekang dari jati diri bangsa.
Sehingga, ketika Prabowo Subianto menginstruksikan pengiriman 10.000 ton beras ke Palestina, banyak pihak menyambutnya dengan baik.
Ia menyatakan di tengah penderitaan rakyat Palestina yang berkepanjangan, bantuan itu memang mencerminkan kepedulian Indonesia terhadap nasib bangsa tertindas.
Namun, tak sedikit pula yang menyisakan tanya terkait kabar jutaan anak negeri yang masih lapar.
"Apakah bangsa ini benar-benar dalam posisi mampu berbagi, ketika perut sendiri belum kenyang?" katanya.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) secara resmi melepas bantuan beras ke Palestina pada Senin, 7 Juli 2025.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyerahkan langsung bantuan tersebut kepada Menteri Pertanian Palestina, Rezq Basheer-Salimia.
Amran menyatakan bantuan itu merupakan arahan langsung Presiden Prabowo Subianto menjelang keberangkatannya ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 di Brasil.
"Empati terhadap Palestina adalah hal yang patut dihargai. Namun publik juga tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan di dalam negeri," kata dia.
Pieter Zulkifli menyatakan sejauh ini data menunjukkan lebih dari 20 juta warga Indonesia masih mengalami kerawanan pangan.
Bahkan di Papua, Nusa Tenggara Timur, dan sejumlah wilayah Kalimantan, angka stunting anak-anak masih tinggi, dan jutaan keluarga menggantungkan hidup pada bantuan sosial.