- Yasin Idris
Puan Tebar Baliho, Pakar Medsos: Demi Geser Popularitas Ganjar
Jakarta – Beberapa pekan belakangan, baliho Ketua DPR RI yang juga politikus PDI Perjuangan Puan Maharani, bertebaran di mana-mana. Pakar Media Sosial (medsos), Ismail Fahmi menilai, langkah itu kemungkinan diambil untuk menggeser popularitas Ganjar Pranowo.
“Baliho Puan yang bertebaran sejak beberapa minggu terakhir disinyalir untuk menggeser atau mengimbangi popularitas @ganjarpranowo,” cuit Ismail melalui akun Twitternya @ismailfahmi.
Dia kemudian menganalis data di medsos. Menurutnya dalam satu bulan terakhir, popularitas Puan meningkat.
“Tren dalam 1 bulan terakhir: popularitas Puan meningkat meski banyak sentimen negatif (sindiran). Hampir mengejar tren Ganjar,” tulisnya sambil memperlihatkan grafik “Tren Puan VS Ganjar”.
Sosok di balik aplikasi Drone Emprit ini juga mengatakan kenaikan tren Puan dikatrol dengan kampanye baliho. Aplikasi itu berfungsi memonitor dan menganalisa media sosial berbasis big data.
“Tren Puan setara dengan tren @ridwankamil, setelah dikatrol dengan kampanye baliho. Response netizen terhadap baliho turut meningkatkan tren Puan,” katanya sambil kembali menunjukkan grafik yang memperlihatkan total “mentions” Puan dan Ridwan Kamil di berbagai tipe medsos.
Namun tren Puan masih jauh di bawah Anies Baswedan.
“Kalau digabungkan, tren keempat tokoh ini dalam 1 bulan terakhir di semua media: tren @aniesbaswedan selalu tertinggi. Diikuti oleh tren @ganjarpranowo, lalu @ridwankamil. Tren Puan awalnya paling rendah, perlahan naik setara RK, lalu mengejar Ganjar,” kata Ismail lagi sambil memperlihatkan grafik “Tren 4 Tokoh” yang dianalisis dari 7 Juli—7 Agustus 2021.
Menurut Ismail, popularitas tokoh bisa naik tanpa memedulikan sentimennya.
“Popularitas merupakan gabungan percakapan yang bernada positif, negatif, dan netral. Tak peduli sentimennya apa. Anies paling banyak diserang di medsos, popularitasnya selalu tertinggi. Puan juga makin populer, lewat baliho yang banyak disindir dan jadi meme netizen,” tulis Ismail.
Namun menurut Ismail, popularitas tidak serta merta meningkatkan elektabilitas.
“Dari popularitas, diharapkan nanti akan naik favorabilitasnya (sentimen positif - negatif), lalu dikapitalisasi jadi elektabilitas. Teorinya begitu. Kenyataan di lapangan bisa bermacam-macam faktor yg berpengaruh. Populer saja tidak cukup, apalagi populer karena hal yang negatif dan tidak ada positifnya. Harus ada bukti kerja dan prestasi yang bisa digunakan untuk menaikkan tren positif,” cuitnya. (act)