- tvOnenews.com/Syifa Aulia
Menbud Fadli Zon Sebut Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Tak akan Ditulis Terlalu Detail: Garis Besarnya Saja
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan pemerintah akan tetap menulis ulang sejarah Indonesia. Namun, peristiwa sejarah yang ditulis tidak akan terlalu detail. Hal itu dia sampaikan saat rapat dengan Komisi X DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menjelaskan bahwa sejarah yang ditulis ulang nantinya hanya bersifat garis besarnya saja.
“Tentu saja sejarah yang ditulis ini adalah sejarah yang sifatnya highlight, garis besar. Tidak menulis secara terlalu detail,” ujar Fadli Zon.
Dia mengatakan jika sejarah Indonesia ditulis secara detail, maka buku sejarah akan lebih dari 100 jilid dan memakan waktu lama dalam penyusunannya.
“Karena kalau terlalu detail mungkin kita memerlukan lebih dari 100 jilid gitu ya. Tidak selesai. Tetapi yang kita buat ini, ini sebagai contoh saja, yang dibuat oleh SNI (Sejarah Nasional Indonesia) ini 6 jilid. Indonesia dalam arus sejarah 8 jilid,” jelas Fadli.
Adapun dia menjelaskan alasan pemerintah ingin menulis ulang sejarah Indonesia. Menurutnya, narasi sejarah Indonesia yang lama masih terikat dari perspektif kolonial.
Selain itu, Fadli menyebut sejarah yang lama belum bisa menjawab tantangan globalisasi atau kekinian, sehingga sering dipandang kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern, terutama generasi muda.
Dia pun mengatakan masih banyak generasi muda yang belum memahami sejarah Indonesia.
“Saya kira banyak sekali sekarang generasi muda yang mungkin belum memahami sejarah kita. Bahkan ada satu dua case (kasus), mungkin bisa diteliti juga beberapa case,” kata Fadli.
Contohnya, kata Fadli, masih ada generasi muda yang mengira Soekarno Hatta adalah nama satu orang.
“Mungkin mereka tidak tahu lagi antara Soekarno Hatta karena mungkin penyebutan, dikiranya Soekarno Hatta itu satu nama. Malah sekarang disingkat Soetta, dikira Soetta itu nama baru lagi,” tuturnya.
“Itu sebagai contoh saja bagaimana di era globalisasi yang informasi ini sangat masif. Kalau kita tidak menuliskan sejarah ini, mungkin akan kesulitan,” lanjut Fadli. (saa/rpi)