- Muhammad Noer
Sambut Mudik Lebaran 2025, Pengamat Maritim Sorot Tantangan Keamanan dan Kesiapan Infrastruktur
Jakarta, tvOnenews.com - Pengamat Maritim Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center (Ikal SC), Marcellus Hakeng Jayawibawa memprediksi adanya lonjakan pemudik Lebaran 2025 yang menggunakan moda transportasi laut.
Hakeng mengatakan tentunya lonjakan pemudik tahun ini disertai tantangan yang semakin kompleks pada sektor transportasi laut salah satunya keberadaan truk yang kelebihan muatan atau biasanya dikenal sebagai Over Dimension Over Loading (ODOL).
Menurutnya keberadaan Truk ODOL ini tidak hanya berbahaya bagi infrastruktur jalan tetapi juga Kapal Ferry.
- Istimewa
Pasalnya, kata Hakeng, Truk ODOL sering diangkut menggunakan Kapal Ferry yang dapat memicu kerusakan pada kapal, bahkan menyebabkan kecelakaan.
Ia memaparkan Truk ODOL dinilai dapat berakibat dengan tidak dapat dihitungnya stabilitas dari kapal yang mengangkutnya.
Sementara, stabilitas kapal adalah aspek terpenting dari sebuah kapal untuk dapat terus mengapung diatas permukaan air hingga jika tak dapat diperhitungkan dapat berisiko pada keselamatan kapal serta keselamatan penumpang dan awak kapalnya.
“Kapal Ferry yang dirancang untuk mengangkut kendaraan dengan kapasitas tertentu, dapat rusak jika membawa truk dengan dimensi atau beban yang melebihi batas," kata Hakeng, Jakarta, Minggu (16/3/2025).
Hakeng menuturkan Pemerintah Indonesia dalam hal ini telah memberlakukan kebijakan pelarangan Truk ODOL sejak tahun 2023.
Menurutnya tidak ada alasan untuk tak melaksanakan regulasi ini di lapangan karena kendaraan ini dapat menjadi ancaman baik di darat maupun di laut.
“Pengawasan yang ketat di pelabuhan, untuk memastikan hanya kendaraan yang memenuhi ketentuan yang diizinkan masuk ke kapal ferry, menjadi langkah penting. Bahkan saya memberi usulan H-7 sd H+7, semua truck agar bisa dilarang menggunakan kapal penyeberangan guna memastikan serta mengutamakan keselamatan para pemudik yang menggunakan jasa Kapal Ferry” tegas Hakeng.
Hakeng menuturkan masalah keselamatan penumpang di kapal penyeberangan selama arus mudik Lebaran seringkali belum maksimal.
Tak hanya itu, kata Hakeng, kru kapal juga memiliki peran vital dalam memberikan informasi keselamatan yang jelas, dan memastikan penumpang memahami dengan baik bagaimana menggunakan peralatan keselamatan yang tersedia.
Menurutnya bahwa tingkat kesadaran ini meskipun sudah ada peningkatan masih membutuhkan perhatian lebih besar.
“Maka pengelola angkutan penyeberangan harus lebih serius dalam memastikan setiap penumpang mengetahui cara menggunakan alat keselamatan seperti pelampung atau jaket pelampung, serta memahami prosedur evakuasi darurat. Sesaat sebelum berangkat atau maksimal 24 jam setelah penumpang naik keatas kapal, sosialisasi penggunaan serta lokasi alat-alat keselamatan diatas kapal wajin diberikan kepada para penumpang Kapal Ferry," kata Hakeng.
“Langkah-langkah preventif ini penting untuk mengurangi risiko kebingungannya penumpang saat menghadapi situasi darurat, yang dapat memperburuk keadaan,” sambungnya.
Di sisi lain, Hakeng turut menyorot perkembangan penggunaan mobil listrik yang dijadikan alat transportasi mudik tahun ini.
Menurutnya transportasi yang relatif baru ini menghadirkan tantangan baru terutama terkait kesiapan infrastruktur pengisian daya selama perjalanan mudik.
“Selama arus mudik, jika stasiun pengisian daya tidak cukup tersebar di sepanjang jalur mudik atau pelabuhan, mobil listrik bisa terjebak kehabisan daya, mengganggu perjalanan, dan menambah kemacetan. Selain itu, kapasitas baterai dan daya tampung kendaraan listrik harus diperhatikan, karena ketidaksiapan kendaraan tersebut dapat membebani pelabuhan dan memperburuk kemacetan, terutama jika mobil listrik membutuhkan waktu pengisian yang lama. Alternatif solutif berupa stasiun pengisian diatas kapal juga penting untuk digagas kedepannya,” ungkap Hakeng.
"Jika infrastruktur pengisian daya belum memadai atau jika penggunaan mobil listrik berisiko menyebabkan penundaan keberangkatan kapal, sebaiknya penggunaannya dibatasi selama arus mudik 2025. Awak kapal juga harus memiliki kompetensi yang jelas mengenai bagaimana memperlakukan mobil listrik. Misal bagaimana cara pemadaman serta alat pemadam apa yang paling efektif untuk kebakaran yang ditimbulkan oleh jenis mobil ini, ilmu ini penting dikuasai awak kapal,” sambungnya.
Tantangan lainnya, tambah Hakeng adalah kapasitas pelabuhan yang sering tidak mencukupi untuk menangani lonjakan penumpang dan kendaraan pada saat puncak arus mudik.
Kemacetan di pelabuhan, yang mengakibatkan penundaan dan ketidaknyamanan bagi penumpang, sering kali terjadi akibat volume kendaraan yang berlebihan.
“Oleh karena itu, peningkatan kapasitas pelabuhan dan sistem pengelolaan yang efisien sangat penting. Pelabuhan perlu memperbaiki fasilitasnya, mulai dari ruang tunggu yang lebih nyaman hingga sistem tiket dan registrasi yang lebih efisien. Sistem pengelolaan kendaraan dan penumpang di pelabuhan juga harus lebih terorganisir, dengan menggunakan teknologi digital untuk memantau dan mengatur aliran penumpang dan kendaraan dengan lebih baik,” kata Hakeng.
"Dengan memanfaatkan teknologi ini, pengelola pelabuhan dapat mengurangi waktu tunggu dan menciptakan pengalaman yang lebih baik bagi para pemudik. Selain itu, penggunaan teknologi juga akan meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap transportasi selama arus mudik, memastikan bahwa proses perjalanan berlangsung dengan aman dan lancar,” sambungnya.
Di sisi lain, Hakeng mengungkap keselamatan penumpang dan kelancaran arus mudik sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur dan sistem pengelolaan transportasi yang ada.
Menurutnya semua pihak termasuk pemerintah, pengelola angkutan, dan masyarakat, perlu berkolaborasi untuk mengatasi tantangan yang ada.
“Dengan upaya bersama, arus mudik Lebaran 2025 dapat berjalan lebih lancar, aman, dan efisien, menciptakan pengalaman mudik yang nyaman tanpa mengorbankan keselamatan dan kenyamanan,” pungkasnya. (raa)