Presiden RI, Prabowo Subianto berpidato dalam acara Munas Kadin Indonesia, di Ritz-Carlton, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2025)..
Sumber :
  • tvOnenews.com/Julio Trisaputra

Buat Gaduh, Pengamat Minta Prabowo Layangkan Surat Protes Resmi Usai Riset OCCRP

Jumat, 17 Januari 2025 - 22:44 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Munculnya nama Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu finalis tokoh korup dunia menurut Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) masih menjadi sorotan publik.

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi meminta Presiden RI, Prabowo Subianto untuk melayangkan nota protes secara resmi ke pemerintah Belanda terkait riset yang dilakukan OCCRP.

Pasalnya, Haidar menilai riset tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap Jokowi yang dipilih secara demokrasi oleh rakyat dalam Pemilu sebelumnya.

"Dengan segala hormat saya memohon kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Kementerian Luar Negeri melayangkan nota protes secara resmi kepada pemerintah Belanda terkait riset OCCRP. Hal itu demi menjaga harga diri dan kehormatan bangsa di mata dunia agar tidak mudah dilecehkan oleh siapa pun. Jika sekarang Jokowi, bukan tidak mungkin di masa depan OCCRP atau lembaga lainnya menyasar Presiden Prabowo Subianto," kata Haidar kepada awak media, Jakarta, Jumat (17/1/2025).

Haidar menuturkan riset tersebut berhasil mengguncang Indonesia dengan kegaduhan yang ditimbulkannya, OCCRP kemudian mengakui tidak memiliki bukti Jokowi terlibat dalam korupsi. 

Mereka berdalih kelompok-kelompok masyarakat sipil dan para ahli menilai pemerintahan Jokowi secara signifikan melemahkan lembaga antikorupsi, lembaga pemilihan umum dan lembaga peradilan.

"Jadi, yang dijadikan dalih oleh OCCRP itu tidak lebih dari sekadar persepsi para ahli dan kelompok masyarakat sipil yang tidak taat konstitusi. Oleh karena tidak ada bukti, hanya berlandaskan persepsi melawan konstitusi, maka predikat negatif yang disematkan oleh OCCRP kepada Jokowi semata-mata usulan tanpa dasar," kata Haidar.

Haidar menyebut OCCRP mengklaim nama-nama yang masuk nominasi dan perolehan suara diusulkan atau berasal dari para pembaca, jurnalis, dewan juri serta pihak lain dalam jaringan global OCCRP melalui Google Form. 

Haidar menilai metode pengumpulan data seperti itu dinilai rawan kecurangan hingga tak akurat.

"Satu orang satu akun mungkin bisa mengisi form berkali-kali. Andaikan satu akun dibatasi satu kali mengisi form, satu orang bisa membuat dan menggunakan banyak akun Google. Polling online tertentu juga bisa diakali dengan menghapus cache dan cookie. Pada tingkat lanjut, alamat IP bisa diakali dengan proxy. Itu beberapa bentuk potensi kecurangan yang dapat mengurangi keandalan data OCCRP," katanya.

Selain itu, Haidar turut mendapati kejanggalan lainnya yakni pemenangnya justru tidak masuk dalam nominasi finalis. 

Padahal dalam sebuah ajang, lazimnya pemenang merupakan salah satu finalis yang mengantongi suara terbanyak.

Tidak masuknya nama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dalam daftar tersebut juga patut menjadi perhatian.

Netanyahu selama ini sering dikaitkan dengan berbagai tindakan kejahatan kemanusiaan, terutama terkait kebijakannya terhadap Palestina. 

Ia juga menghadapi sejumlah dakwaan pidana, termasuk kasus penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi dalam pengadilan domestik Israel.

"Netanyahu yang sudah diperintahkan untuk ditangkap oleh Pengadilan Kriminal Internasional justru luput dari riset OCCRP. Sedangkan Jokowi yang tanpa vonis kejahatan malah masuk. Ini semakin menunjukkan kelemahan OCCRP dalam melakukan risetnya. Maka dari itu, OCCRP layak diprotes secara resmi," pungkasnya. (raa)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
05:52
10:14
01:07
04:54
01:50
07:48
Viral