- Istimewa
Slogan Pilih yang Cantik di Pilkada Maluku Utara Jadi Polemik, Ini Buktinya
Maluku, tvOnenews.com - Slogan kampanye “pilih yang cantik” yang digunakan oleh salah satu pasangan calon (Paslon 04) di Pilkada Maluku Utara menjadi sorotan oleh sejumlah pihak.
Salah satunya oleh Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB FORMMALUT) Jabodetabek sekaligus kader Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Inggrid Nola.
Dia mengkritik slogan kampanye “pilih yang cantik” tersebut.
Inggrid menilai, slogan tersebut tidak hanya merendahkan perempuan, tetapi juga mencerminkan kemunduran dalam pendidikan politik di Indonesia.
“Berabad-abad, standar kecantikan telah didominasi oleh konstruksi patriarki yang menekan perempuan untuk memenuhi ekspektasi kecantikan yang sempit. Kini, di tengah gerakan kesadaran kecantikan yang lebih inklusif, justru muncul kampanye politik yang mengedepankan standar kecantikan palsu,” kata Inggrid dalam keterangannya, Rabu (20/11/2024).
Dia juga menyoroti bagaimana standar kecantikan yang sempit, seperti tubuh langsing, kulit cerah, rambut panjang, dan wajah tanpa cela, menciptakan hierarki kecantikan yang memarjinalkan perempuan yang tidak sesuai dengan citra ideal tersebut.
Inggrid menyebutkan standar kecantikan ini tidak hanya menjadi alat kapitalisme melalui media, tetapi juga merembet ke ranah politik.
Kampanye yang mengedepankan “kecantikan” sebagai nilai jual dianggap sebagai bentuk pendisiplinan tubuh perempuan yang membahayakan demokrasi.
“Kampanye seperti ini menunjukkan bagaimana wajah dan sensualitas perempuan dimanfaatkan untuk mendulang suara. Partai tidak sungguh-sungguh mencari kader perempuan yang ideologis dan cakap, tetapi lebih memilih mereka yang muda, good looking, atau memiliki hubungan kerabat. Ini adalah bentuk kemunduran politik,” tegasnya.
Dia juga menambahkan slogan seperti “pilih yang cantik” adalah cerminan dari politik yang minim gagasan.
Di tengah kompleksitas persoalan Maluku Utara, seperti ketimpangan sosial, eksploitasi sumber daya alam, dan keterbatasan akses pendidikan serta kesehatan, kampanye seperti ini dianggap tidak memberikan solusi konkret.
Dalam pandangan Inggrid, seksualisasi tubuh perempuan dalam kampanye politik adalah bentuk politisasi yang menakutkan.
“Standar kecantikan yang dipromosikan ini hanyalah alat kontrol kapitalisme dan patriarki. Mereka memanipulasi tubuh perempuan untuk meraih suara tanpa memberikan pendidikan politik yang substansial kepada masyarakat,” terang dia.