- (ANTARA/Anita Permata Dewi)
Komnas Perempuan Apresiasi Penghapusan Sunat Perempuan di PP 28 Tahun 2024
Jakarta, tvOnenews.com - Komnas Perempuan apresiasi kebijakan penghapusan praktik sunat perempuan yang tertuang dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan).
"Komnas Perempuan mendorong agar kebijakan penghapusan sunat perempuan tidak hanya untuk bayi, balita, dan anak prasekolah, tapi juga berlaku pada perempuan di semua umur," ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (29/8/2024).
Komnas Perempuan mencermati kebijakan penghapusan praktik sunat perempuan merupakan bagian dari upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup dan diarahkan pada usia bayi, balita, dan anak prasekolah, sebagaimana tertuang dalam Pasal 100-102 PP Kesehatan.
Untuk target usia tersebut, kata dia, Pasal 102 menyatakan upaya kesehatan sistem reproduksi perlu mencakup sekurangnya langkah menghapus praktik sunat perempuan, mengedukasi balita dan anak prasekolah agar mengetahui organ reproduksinya.
Kemudian mengedukasi mengenai perbedaan organ reproduksi laki-laki dan perempuan, mengedukasi untuk menolak sentuhan terhadap organ reproduksi dan bagian tubuh yang dilarang untuk disentuh, mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat pada organ reproduksi, dan memberikan pelayanan klinis medis pada kondisi tertentu
Mengacu pada Permenkes Nomor 1636/PER/MENKES/XI/2010 Tentang Sunat Perempuan, sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit bagian depan klitoris tanpa melukai klitoris.
Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan sunat perempuan atau mutilasi alat kelamin perempuan sebagai segala prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin wanita bagian luar atau cedera lain pada alat kelamin perempuan karena alasan non-medis.
Komnas perempuan mengadopsi terminologi pemotongan/pelukaan genitalia perempuan (P2GP) yang diperkenalkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Dana Kependudukan (UNFPA) guna mendeskripsikan praktik yang dimaksud.
Kajian Komnas Perempuan dan PSKK UGM pada 2017 menemukan bahwa umumnya P2GP dilakukan pada usia anak, terbanyak rentang 1-5 bulan (72,4 persen), disusul 1-4 tahun (13,9 persen), 0 bulan (5,3 persen), 6-11 bulan (5,1 persen), 5-11 tahun (3,3 persen).
Data SPHPN 2021 menunjukkan bahwa ada sekitar 21,3 persen anak perempuan dari perempuan usia 15-49 tahun yang tinggal bersama menjalankan praktik sunat perempuan kriteria WHO atau dengan adanya pemotongan atau pelukaan dan sekitar 33,7 persen sunat perempuan dilakukan secara simbolis.