- Novrian Arbi-Antara
Anas Urbaningrum Curhat Kisahnya Masa Kuliah: Pak Nadiem, Kembalikan Semangat Pendidikan Tinggi untuk Semua
Jakarta, tvOnenews.com - Anas Urbaningrum curhat tentang kisahnya di masa kuliah melalui akun X pribadinya @anasurbaningrum pada Rabu (22/5/2024).
Anas membuat utas yang isinya adalah sebagai berikut:
Tentang UKT.
Pak Menteri @nadiemmakarim mungkin cerita kecil ini ada gunanya untuk pertimbangan terkait kebijakan UKT:
1. Saya masuk kuliah tahun 1988, selesai 1992. Persis 8 semester. Saya harus bayar uang SPP sebesar Rp120 ribu untuk setiap semester.
Tidak mahal, tapi tidak murah juga. Tidak semua anak rakyat bisa bayar uang kuliah sebesar itu.
2. Jadi selama 8 semester total uang SPP saya adalah sebesar Rp980 ribu. Kebetulan saya termasuk yang mendapatkan beasiswa Supersemar. Lumayan.
Buat orang kampung, bayar SPP sebesar itu termasuk tidak ringan. Harus ada kenekatan untuk pergi ke Surabaya. Hidup sebagai anak kost dengan jatah Rp100 ribu per bulan.
3. Seingat saya, waktu itu harga gabah masih sekitar Rp300. Mengapa ini perlu disebut? Sejumlah Rp980 ribu itu sebagian adalah dari hasil jual gabah.
Jika harga gabah sekarang Rp7 ribu, angka UKT yang setaraf waktu itu adalah Rp120 ribu dikalikan 23. Berarti Rp3,3 juta.
4. Karena nekat belajar nulis di koran, setidaknya sejak semester 3, saya sudah punya penghasilan tambahan setidaknya Rp75 ribu tiap bulan. Kadang lebih karena tulisan nongol di beberapa koran.
Sebagai mahasiswa, penghasilan dari honor tulisan sangat membantu. Kuliah lancar, kegiatan non kuliah juga berjalan baik.
5. Bayangkan sekarang jika UKT lebih dari Rp3,3 juta per semester dan uang bulanan sebagai anak kost sekitar Rp2 juta (20 x Rp100 ribu), keluarga kampung level apa yang bisa mengirim anaknya kuliah?
Belum lagi kalau UKT sampai belasan juta atau bahkan puluhan juta. Orang kampung kebanyakan pasti sudah ngeri lihat angkanya.
6. Generasi mahasiswa kampus tahun 70-an dan 80-an pasti ceritanya lebih bernada “kepahitan”, “kenekatan” dan “keserderhanaan”. Yang penting berani daftar, nekat kuliah apapun kesukaran yang dihadapinya.
Tetapi memang proses inilah yang membuat mereka bisa memperbaiki nasib termasuk keluarganya.
Mereka pula yang berkontribusi besar karena kemudian mengisi birokrasi, jalur politik, akademis-intelektual, aktivis advokasi dan lain-lain.
7. Anak-anak rakyat inilah yang terbantu akses pendidikan tinggi oleh negara yang bikin kebijakan SPP relatif terjangkau.
Output-nya adalah orang-orang terdidik yang ikut menjadi turbin penggerak perubahan sosial dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Orang-orang di kampus dan di berbagai kementerian dan lembaga termasuk di Kementerian yang dipimpin Pak @nadiemmakarim juga sekarang ini adalah produk dari kebijakan lama yang agak “ramah biaya” itu.
8. Jika sekarang UKT dinaikkan secara tidak terukur (baca: meroket), akses pendidikan tinggi akan makin sempit bagi anak-anak orang biasa.
Anak-anak rakyat akan terkena “tersierisasi” pendidikan tinggi. Kampus akan lebih ramah bagi kalangan berada. Anak-anak dari orang-orang yang “kurang ada” akan makin kecil kesempatannya. Ini adalah tragedi!
9. Jadi yang terhormat Pak Menteri @nadiemmakarim, meskipun dibilang kebijakan ini hanya untuk mahasiswa baru, saya dan banyak orang yang lain merasa bahwa argumentasi itu bukanlah argumen.
Mahasiswa baru akan segera menjadi lama pada tahun berikutnya.
Jadi tolong kebijakan ini dikoreksi. Kembalikan pada semangat pendidikan tinggi “untuk semua”, bagi sebanyak mungkin anak rakyat Indonesia.
Itu makna pendidikan yang merdeka dan membebaskan.
Mendikbudristek Nadiem Makarim. Dok: Julio Trisaputra-tvOne
Nadiem Pastikan Kebijakan Baru UKT Tidak Bikin Mahasiswa Jadi Gagal Kuliah
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim buka suara terkait aturan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang banyak diprotes mahasiswa.
Nadiem memastikan kebijakan baru mengenai kenaikan UKT tersebut tidak akan membuat mahasiswa menjadi kesulitan membayar uang kuliah.
Dia menjelaskan aturan baru tersebut hanya berdampak bagi mahasiswa dari keluarga mampu. Sementara, mahasiswa dari keluarga tidak mampu tidak akan terkena dampaknya.
“Tangga-tangga daripada UKT ini semuanya itu ada tangganya. Dan tangga-tangga terendah, yaitu level I dan II dari tangga tersebut itu tidak akan berubah,” kata Nadiem saat menghadiri Rapat Kerja X DPR di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2024).
“Yang mungkin akan terdampak adalah untuk mahasiswa dengan keluarga dengan tingkat ekonomi tertinggi. Memang itu adalah untuk mahasiswa dengan keluarga dengan tingkat ekonomi tertinggi,” sambungnya.
Untuk itu, Nadiem meyakini aturan baru mengenai kenaikan UKT itu tidak akan membuat mahasiswa menjadi gagal kuliah karena kesulitan membayar UKT.
“Jadi tidak ada mahasiswa yang seharusnya gagal kuliah atau tiba-tiba harus membayar lebih banyak akibat kebijakan ini,” jelas dia.
Lebih lanjut, dia menambahkan aturan baru ini hanya berlaku bagi mahasiswa baru. Sedangkan, mahasiswa lama atau yang sedang menempuh kuliah tidak akan terkena dampaknya.
“Jadi peraturan Kemendikbud ini ditegaskan bahwa peraturan UKT baru ini hanya berlaku kepada mahasiswa baru, tidak berlaku untuk mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi,” tandas Nadiem. (saa/nsi)