- ANTARA/HO-BKKBN
Kepala Bayi Berisiko Terjepit Jika Dilahirkan oleh Wanita Kurang dari 21 Tahun
Jakarta, tvOnenews.com - Kepala bayi berisiko terjepit jika dilahirkan oleh wanita kurang dari 21 tahun.
Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.
"Kalau hamil di umur 16-17 tahun, panggulnya belum selesai diciptakan. Maka, ketika perempuan hamil usia di bawah 21 tahun, bayinya bisa terjepit," kata Hasto dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Hasto menyampaikan hal tersebut saat melakukan pelayanan KB didampingi anggota Komisi IX DPR RI Jawa Tengah di UPTD Puskesmas Purwodadi 1, Grobogan, Jawa Tengah, pada Selasa (6/2).
Ia menjelaskan, panggul perempuan diciptakan sempurna ketika berusia 21 tahun, sehingga jika usia kehamilan di bawah usia 21 tahun, panggul perempuan belum berdiameter 10 cm, sedangkan kepala bayi yang baru lahir ukurannya bisa mencapai 9,9 cm.
Hasto juga mengingatkan agar perempuan tidak hamil terlalu muda karena berpotensi melahirkan bayi berisiko stunting.
"Jangan hamil terlalu muda. BKKBN menganjurkan agar perempuan hamil di atas usia 21 tahun, karena kalau hamil terlalu muda atau di bawah usia 21 tahun, ibu bisa melahirkan bayi stunting," ucapnya.
Ia juga menekankan agar masyarakat memahami tentang ciri-ciri stunting, karena tidak semua bayi yang lahir pendek otomatis stunting.
"Kalau melahirkan di bawah usia 21 tahun berpotensi melahirkan bayi pendek, tetapi pendek belum tentu stunting, dan sunting dapat dicegah di 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) atau sebelum anak usia dua tahun. Anak stunting juga berpotensi menjadi tidak cerdas," tuturnya.
Dokter Hasto juga menganjurkan agar perempuan tidak terlalu tua saat hamil, sebaiknya di bawah usia 35 tahun, karena di usia 32 tahun adalah masa puncak manusia berkembang.
Untuk mengurangi angka kehamilan terlalu tua dan terlalu muda, BKKBN memberikan pelayanan KB di wilayah Grobogan, Jawa Tengah.
Pelayanan KB dilakukan kepada enam akseptor KB metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), yang terdiri atas empat orang akseptor pelayanan KB implan dan dua orang pelayanan KB IUD.
Pelayanan KB ini merupakan salah satu rangkaian acara kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) percepatan penurunan stunting bersama mitra kerja yang diselenggarakan dalam upaya meningkatkan pemahaman, peran serta, dan partisipasi masyarakat dalam percepatan penurunan stunting.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting di Provinsi Jawa Tengah sebesar 20,8 persen.
Angka itu masih sedikit rendah dibandingkan rata-rata nasional tahun 2022 sebesar 21,6 persen.
Sementara, angka stunting di Kabupaten Grobogan sebesar 19,3 persen, sedangkan pemerintah menargetkan angka stunting secara nasional di tahun 2024 turun menjadi 14 persen.
Kemudian, persentase kemiskinan ekstrem berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 di Kabupaten Grobogan sebesar 2,29 persen, berada di atas Provinsi Jawa Tengah sebesar 1,97 persen dan nasional sebesar 2,04 persen.
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wurwanto yang turut mendampingi Hasto juga menyebutkan bahwa fokus mencegah stunting mesti dilakukan di bawah usia dua tahun dan di 1.000 HPK, dan penanganan stunting ini harus dilakukan dari hulu melalui perencanaan pernikahan.
"Untuk itu, menikah harus direncanakan. Segala sesuatu harus direncanakan dengan baik, agar keluarga berkualitas," ujarnya.(ant/muu)