- ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/tom/aa.
Penetapan Firli Bahuri Sebagai Tersangka Dugaan Pemerasan Dinilai IPW Tepat
Jakarta, tvOnenews.com - Indonesia Police Watch (IPW) menilai penetapan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sebagai tersangka sudah tepat.
Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Penetapan itu sudah tepat karena penyidik Polda Metro Jaya sudah melalui serangkaian pemeriksaan, memeriksa saksi-saksi menyita alat bukti, memeriksa Firli sebagai saksi dan akhirnya melakukan gelar perkara," kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Selain itu, kata Sugeng, sebelumnya penyidik juga menggeledah rumah yang diduga sebagai tempat Firli Bahuri bertemu dengan SYL.
"Kemudian, ada penetapan tersangka. Proses itu sudah tepat," ucap Sugeng.
Menurut Sugeng, penyidik Polda Metro Jaya telah menerapkan prinsip kecermatan, profesional dan proporsional dalam perkara tersebut.
"Tidak gegabah sehingga akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan," kata Sugeng.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Direskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menyebutkan bahwa penetapan tersangka tersebut setelah dilakukannya gelar perkara pada Rabu (22/11) malam.
"Telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukannya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan," kata Ade.
Ade menyebut terdapat 91 saksi dan delapan orang saksi ahli yang diperiksa sejak 9 Oktober 2023.
"Telah dilakukan pemeriksaan terhadap 91 orang saksi dan delapan orang saksi ahli, empat orang ahli hukum pidana, satu orang ahli hukum acara, satu orang ahli atau pakar mikro ekspresi dan satu orang ahli digital forensik dan satu orang ahli multimedia," ujar Ade.
Adapun penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka sebagaimana dimaksud, diduga melanggar Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU itu sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya pasal 65 KUHP yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya sejak 2020 sampai 2023.
"Dipidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," ujar Ade.(ant/muu)