- Tim tvOne - Andri Prasetyo
Pukat UGM: Argumen Arteria Soal Penegak Hukum Tak Boleh di OTT Tidak Berdasar Hukum
Sleman, DIY - Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menyebut aparat penegak hukum seperti polisi, hakim, dan jaksa tidak boleh dilakukan operasi tangkap tangan (OTT). Politikus PDI Perjuangan itu beralasan, mereka adalah simbol negara di bidang penegakan hukum yang harus dijaga marwah dan kehormatannya.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menilai, pernyataan Arteria Dahlan tidak memiliki dasar hukum.
"Argumennya tidak berdasar hukum. KPK, kepolisian, dan kejaksaan tetap perlu melakukan OTT selama memiliki bukti permulaan yang cukup," katanya kepada wartawan, Jumat (19/11/2021).
Zen, sapaan akrabnya, juga menilai aparat penegak hukum bukan simbol negara dalam bidang penegakan hukum. Simbol negara adalah bendera merah putih, bahasa Indonesia, Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
"Jelas aparat penegak hukum bukan merupakan simbol negara," jelasnya.
Usulan Arteria tersebut menurut Zen juga bertentangan dengan asas persamaan di hadapan hukum. Apabila KPK tidak melakukan OTT kepada aparat penegak hukum tetapi melakukannya kepada pihak lain, juga merupakan bentuk diskriminasi.
"Penegakan hukum tidak boleh dibedakan dari status profesi seseorang," ucap Zen.
OTT, kata Zen, juga bukan menjadi penyebab rusaknya marwah atau kehormatan institusi penegak hukum. Zen menilai rusaknya citra institusi justru karena perbuatan korupsi yang dilakukan para aparat penegak hukum.
"Cara menjaga marwah institusi adalah melakukan pencegahan, pengawasan, dan pengendalian terhadap para anggota sehingga dapat menekan pelanggaran etik dan pidana. OTT justru dapat menjadi obat, meski pahit, untuk membersihkan dan menyehatkan institusi," ujarnya.
"Setelah OTT ditindaklanjuti dengan perbaikan sistem di lembaga sehingga tidak terulang di kemudian hari. Lembaga dapat berubah menjadi lebih bersih dan sehat," imbuh Zen.
Lebih lanjut Zen menjelaskan, jika OTT dianggap sebagai penyebab perselisihan antar institusi penegak hukum, hal itu terjadi karena adanya esprit de corps atau jiwa korsa yang keliru. Setiap institusi harusnya menghormati proses hukum yang berjalan kepada anggotanya yang didasarkan pada alat bukti yang kuat.
"Negara rugi jika suatu institusi tidak berani memproses hukum anggota institusi lain, karena khawatir akan mengganggu hubungan baik antar institusi. Hal ini akan menimbulkan impunitas dan dapat menyuburkan korupsi," urainya.
Dijelaskan Zen, OTT bukanlah suatu hal yang menyimpang selama taat prosedur dengan menghormati hak asasi manusia. OTT pada prinsipnya merupakan tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan.
"OTT perlu dilakukan untuk mengungkap kasus yang berdimensi suap, karena antara para pihak biasanya saling menutupi sehingga sulit terungkap," pungkasnya. (Andri Prasetiyo/Buz).