Ilustrasi - Kekerasan Seksual.
Sumber :
  • Rizki Gustana

Kekerasan Seksual di Pesantren Lombok Timur, KemenPPPA Minta Pelaku Dihukum Maksimal dan Korban Dipenuhi Haknya

Jumat, 26 Mei 2023 - 03:45 WIB

Jakarta, tvOnenews.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras tindak kekerasan seksual yang terjadi di Pondok Pesantren di Kecamatan Sikur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat yang diduga dilakukan oleh LMI (43) dan HSN (50). 

Keduanya merupakan pimpinan lembaga dan diduga telah melakukan kekerasan seksual terhadap 41 santri dalam rentang waktu hingga tahun 2023 dan diantaranya 3 (tiga) orang korban telah membuat laporan polisi.

Saat ini, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polres Lombok Timur.  
 
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menegaskan kasus dengan modus 'janji masuk surga' melalui 'pengajian seks' ini merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, yang tidak dapat ditolerir dan patut dihukum berat. 
 
Bahkan, terduga pelaku dengan keji melakukan kekerasan seksual persetubuhan dengan korban yang berusia 16 – 17 tahun. 
 
“Terduga pelaku adalah pendidik di bidang keagamaan, tidak hanya melindungi anak tapi juga seharusnya menuntun anak pada perbuatan yang baik dan benar. Dalam kasus ini terduga pelaku justru melanggarnya dengan melakukan tindak pidana kekerasan seksual kepada anak didiknya,” ungkap Nahar, Kamis (25/5/2023).
 
Nahar menjelaskan, apabila perbuatannya memenuhi unsur Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014  tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka pelaku terancam dengan hukuman maksimal berupa pidana mati, seumur hidup, dan/atau dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, serta diberikan tindakan kebiri dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
 
KemenPPPA berharap penegakan hakum dalam kasus ini juga dapat memperhatikan dan menggunakan UU No 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dimana hak-hak korban atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan juga dapat diberikan, termasuk hak untuk mendapatkan restitusi atau ganti rugi sebagai korban kekerasan seksual. 
 
“Berpedoman pada UU No. 17 Tahun 2016 dan UU 12 Tahun 2012, KemenPPPA mendorong Aparat Penegak Hukum agar dapat memproses kasus ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hak-hak korban dapat dipenuhi,” tegas Nahar. 
 
Nahar berharap kepolisian dapat terus mendalami dan mengembangkan kasus ini, termasuk dapat membuka layanan pengaduan bersama untuk mengantisipasi masih ada korban lainnya yang belum berani lapor karena berbagai alasan. 
 

"KemenPPPA, akan terus memantau upaya penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban TPKS ini yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinsos-PPPA bersama UPTD PPA Provinsi NTB dan Kabupaten Lombok Timur, LBH Apik, serta Lembaga pendamping korban lainnya," pungkasnya.

Untuk diketahui sebelumnya, Penyidik Kepolisian Resor Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat menetapkan seorang pimpinan pondok pesantren (ponpes) berinisial LM (40) sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap santriwati.
 
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lombok Timur AKP Hilmi Manossoh Prayugo membenarkan adanya penetapan tersangka tersebut.
 
"Iya, LM sudah kami tetapkan sebagai tersangka dengan menerapkan sangkaan pidana yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Perlindungan Anak)," kata Hilmi.
 
Tindak lanjut dari penetapan tersebut, dia pun memastikan bahwa penyidik telah melakukan penahanan terhadap LM di ruang tahanan Polres Lombok Timur.
 
"Yang bersangkutan sudah kami tahan di Polres Lombok Timur," ujarnya.
 
Hilmi menjelaskan bahwa pihaknya menangani kasus ini berawal dari adanya laporan dua orang santriwati. Dalam laporan, aksi pelecehan seksual tersebut terjadi sejak satu tahun terakhir.
 
Modus tersangka melakukan aksi pelecehan itu dengan meyakinkan korban akan masuk surga dan mengatakan bahwa perbuatan tersebut dilakukan atas restu nabi.
 
Terkait penanganan kasus ini, Hilmi meyakinkan bahwa Polda NTB melalui tim subdirektorat remaja, anak, dan wanita (subdit renakta) tetap memberikan asistensi. (rpi)
Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:50
03:27
02:06
03:04
03:16
05:48
Viral