news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Kolase - Wapemred tvonenews.com Ecep S Yasa, background timnas pada Sea Games 2023.
Sumber :
  • tim tvonenews

Persisten

Albert Camus, sastrawan Perancis kelahiran Aljazair pernah mengatakan, olah raga tempat terbaik untuk belajar moralitas. Saya diam diam mengamininya.
Rabu, 17 Mei 2023 - 09:22 WIB
Reporter:
Editor :

Saya tak ingat benar, sejak kapan dan bagaimana tulisan pada stiker hitam itu menempel pada kaca pintu ruang kerja saya. Yang pasti, kalimat yang tertulis, bagi saya, seperti mantra. Ia memberi afirmasi pada kegiatan sehari hari saya, membuat saya fokus dengan apa yang tengah saya kerjakan

Kalimatnya sederhana, cenderung riang, tidak bombas layaknya motto atau kata motivasi. Tidak juga berteriak seperti slogan: “Cep, enjoy the pressure”. Ditempel persis di atas gagang pintu, setiap pagi hari memulai pekerjaan, saya seperti disapa dengan kalimat itu: bahwa pikiran harus ditertibkan dengan fokus, tekanan tekanan akan menjadi nikmat. 

Bahkan, saya seringkali berpikir, apa jadinya hidup saya jika tanpa tekanan.

Barangkali saya tak akan meraih hidup bermakna tanpa tekanan. Di mana hidup yang tak ada tekanan? Bahkan setelah kembali ke rumah, saya harus masih menghadapi persoalan persoalan kewargaan yang harus segera dicari solusinya. Maklum, sejak beberapa tahun ke belakang,  saya adalah 'pejabat pemerintah", meski berada pada hierarki terbawah: Ketua RW.  

Saya ingat, saat masih kecil, sebenarnya “daya juang” sudah ditanamkan almarhum Bapak. Dengan caranya, ia memberikan tekanan pada anak lelakinya yang kini petuahnya berjejak panjang. “Jika Bapak hanya seorang pedagang dedak (ampas beras) pun, kamu harus jadi pedagang beras,” begitu suatu ketika Bapak berujar pada saya di beranda rumah.  
 
Wakil Pemimpin Redaksi tvOnenews.com, Ecep S Yasa (Istimewa)

Kini saya terlanjur mencintai tekanan setelah menekuni olahraga lari. Sebagai pelari amatir, saya justru “tertantang" mengikuti ajang lari marathon. Setiap pelari rekreasi akan menemui titik titik kritisnya saat mengikuti full marathon (42 kilometer), saat rasa sakit, kelelahan, cuaca, jarak seperti tak tertaklukan. 

Di London Marathon, beberapa bulan lalu saya nyaris menyerah.

Setelah pistol star menyalak, cuaca bersahabat, euforia di garis start, melihat pelari lain tiba-tiba berlari dengan gigi empat, saya terprovokasi. Pada kilometer awal saya langsung menggeber tubuh untuk berlari dengan kecepatan maksimal.

Saya kehilangan fokus.

Hasilnya, kaki seperti tiba tiba mengunci. Rasa sakit perlahan lahan merambat dari plantar kaki, hingga paha. Seperti ada balok balok kayu yang mengikat di kaki saya kuat kuat hingga tak bisa digerakan. Padahal jarak masih 20 kilometer lebih. 

Berita Terkait

1
2 3 Selanjutnya

Topik Terkait

Saksikan Juga

11:47
15:11
07:39
18:33
03:26
01:19

Viral