- Syifa Aulia/tvOnenews.com
AHY dan Khofifah Digadang-gadang Jadi Pendamping Anies Baswedan, Ini 5 Kriteria Cawapres Anies
Jakarta, tvOnenews.com - Nama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa digadang-gadang berpotensi jadi pendamping Anies Baswedan.
Juru Bicara Anies Baswedan, Hendri Satrio mengatakan sejauh ini masih membahas seputar kriteria calon wakil presiden (cawapres).
Menurutnya sejauh ini, Anies Baswedan belum bicara nama pendampingnya sebagai cawapres di Pilpres 2024 nanti.
"Belum bicara nama, masih seputar kriteria aja," kata Hensat sapaan akrabnya Minggu (19/3/2023) malam.
Hensat menambahkan, kriteria cawapres yang diinginkan Anies ada lima.
Ia merincikan 5 hal itu bantu pemenangan, memperkuat Koalisi Perubahan, bisa bantu pemerintahan, setia di garis perubahan, chemistry.
"Lima hal itu yang dinginkan," tutur Hensat.
Lantas, soal rencana Koalisi Perubahan deklarasi sebelum Ramadhan, ia mengatakan sebagai kewenangan tiga parpol yang tergabung dalam poros.
"Kita tunggu aja. Itu wewenangnya parpol Koalisi Perubahan," ujarnya.
Politik Identitas Melakat di Diri Anies
Di tengah lawatan safari politiknya di Surabaya dan Madura, bakal calon presiden Anies Baswedan menghadiri forum diskusi dengan pemimpin dan kepala redaksi media massa di Surabaya, yang diselenggarakan Partai NasDem dalam acara bertajuk "Chief Editors Meeting bersama Mas Anies Baswedan”. Anies sempat disinggung soal isu politik identitas yang kerap menyerang dirinya.
Menurut Anies, politik identitas tak bisa dihindari. Dalam sebuah kontestasi politik, setiap calon yang bersaing selalu punya identitas yang melekat pada dirinya.
"Politik identitas itu adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Misalnya calon yang bersaing adalah laki-laki dan perempuan, maka disitu ada identitas gender," papar Anies di Hotel Shangrila Surabaya, Jumat (17/3).
Pun demikian ketika ada dua calon yang berbeda suku, bisa jadi pendukung kedua kubu akan berkutat dengan isu perbedaan suku. Hal itu lumrah terjadi di pemilu.
Anies kemudian bercerita tentang apa yang terjadi pada Pilkada DKI 2017. Kala itu yang bersaing adalah paslon dengan latar belakang beda agama.
Anies berpasangan dengan Sandiaga Uno melawan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat.
"Yang terjadi pada 2017, calon yang bersaing agamanya berbeda. Maka identitasnya yang terlihat adalah agama. Itu akan terus terjadi selama calonnya punya identitas berbeda, baik gender, suku, maupun agama," jelas Anies.
Oleh sebab itu, kata Anies, penting bagi tiap calon yang bersaing dalam pemilu untuk memiliki kedewasaan. Baik calon yang menang maupun yang kalah. Setelah pemilu selesai, harus ada titik temu antara masing-masing kubu.
"Yang menang mau merangkul yang kalah, sedangkan yang kalah juga harus mau mengakui kekalahannya," ucapnya.
Bagi Anies, tak masalah bagi siapapun untuk tidak suka kepadanya. Sekalipun ia dibenci karena identitas yang berbeda.
Namun, ia tetap akan mengajak orang-orang yang memang berkompeten di bidangnya masing-masing untuk berkolaborasi dan bekerja sama membawa perubahan yang lebih baik.
"It doesn't matter if you don't like me, tidak masalah jika anda tidak suka dengan saya. Tapi saya akan selalu mengajak siapapun untuk berdiskusi, bersama-sama membangun gerakan-gerakan yang kontributif membawa perubahan kearah yang lebih baik," pungkasnya. (zaz/hen/viva/muu)