- istimewa - Antara
Dikenal Pencetak Film Drama, Negara Ini Alami Krisis Seks, Ternyata Ini Penyebabnya
Kemudian, untuk mendukung hal ini, Madia merujuk pada reformasi pajak yang terjadi pada pertengahan tahun 1990-an, yang menurunkan tarif pajak di seluruh basis yang lebih luas. Hal ini mungkin menjelaskan penurunan tingkat kesuburan yang tidak terlalu mencolok selama beberapa tahun berikutnya.
Penelitian ini juga memperhitungkan faktor-faktor lain yang diketahui mempengaruhi keputusan untuk memiliki anak, termasuk partisipasi tenaga kerja perempuan, tingkat pendidikan yang lebih tinggi di kalangan perempuan dan penggunaan kontrasepsi.
Joan Madia, salah satu penulis dan peneliti di University of Oxford, mengatakan, penelitiannya menunjukkan bahwa perpajakan dapat menjadi alat kebijakan yang efektif untuk memengaruhi dinamika populasi dan tren demografi.
Ini juga mengindikasikan bahwa pajak yang menyasar keluarga dan mengurangi keterjangkauan anak kemungkinan besar akan memengaruhi kesuburan.
Francesco Moscone, salah satu penulis studi lainnya dan profesor ekonomi bisnis di Brunel University of London, menyebut peran kebijakan perpajakan terhadap kesuburan agak terabaikan.
"Pajak tidak hanya berdampak pada rekening bank kita; pajak juga dapat membentuk perencanaan ekonomi jangka panjang dan keputusan terkait perluasan keluarga," bebernya.
"Ketika beban pajak meningkat, biaya membesarkan anak juga meningkat, yang dapat menghalangi orang untuk memiliki lebih banyak anak," tambahnya.
Selain itu, Moscone menyarankan para pemangku kebijakan untuk mengadopsi kebijakan pajak yang lebih ramah keluarga, termasuk kredit pajak anak, dalam upaya mereka mendorong pasangan untuk memulai dan memperluas keluarga.
Tahun lalu, Korea Selatan memperkenalkan kredit pajak pernikahan hingga 1 juta won (sekitar US$ 690) untuk pasangan yang mendaftarkan pernikahan mereka sebelum tahun 2026, di samping kredit pajak yang lebih tinggi untuk setiap anak.
Namun, apakah kebijakan insentif ini akan berdampak signifikan pada tingkat kelahiran? hal ini masih belum dapat dipastikan di negara di mana generasi muda menghadapi biaya perumahan yang tinggi dan semakin memprioritaskan kepuasan pribadi dan karier di atas peran keluarga tradisional. (aag)