- Istockphoto
Bukan Soal Bagi Hasil, Ini Akar Masalah Royalti Musik Indonesia: Transparansi Royalti Lewat Teknologi Era Digital
tvOnenews.com - Teknologi berbasis data kini menjadi tulang punggung ekosistem musik global. Di negara-negara maju, pengelolaan hak cipta, royalti, hingga distribusi karya tak lagi bertumpu pada asumsi dan laporan sepihak, melainkan pada sistem data yang terintegrasi dan dapat diaudit.
Inggris, misalnya, melalui PRS for Music dan PPL mulai mengembangkan data-led licensing system untuk memastikan setiap pemutaran lagu tercatat akurat.
Sementara di Amerika Serikat, Music Modernization Act mendorong pembentukan Mechanical Licensing Collective (MLC) yang berbasis database terpadu agar hak musisi dan pencipta lagu terlindungi secara transparan.
Laporan International Confederation of Societies of Authors and Composers (CISAC) menegaskan bahwa konflik royalti di industri musik global sebagian besar bersumber dari persoalan data yang terfragmentasi dan tidak sinkron.
Tanpa satu sistem pencatatan yang terbuka, musisi kerap kehilangan visibilitas atas bagaimana, di mana, dan seberapa sering karyanya digunakan. Negara-negara Skandinavia bahkan telah melangkah lebih jauh dengan mengintegrasikan data musik ke dalam kebijakan ekonomi kreatif nasional, menjadikan data sebagai fondasi tata kelola industri.
Kondisi tersebut menjadi cermin bagi Indonesia, yang memiliki talenta musik melimpah tetapi masih bergulat dengan persoalan klasik soal transparansi dan pengelolaan royalti.
Perdebatan panjang tentang penarikan dan pembagian royalti kerap mencuat, namun akar masalahnya sering luput disentuh: absennya sistem data yang rapi, terbuka, dan dapat diakses setara oleh seluruh pemangku kepentingan. Dari kegelisahan inilah, sebuah inisiatif teknologi berbasis data diperkenalkan ke publik.
Menjawab tantangan ini, musisi Piyu Padi memperkenalkan Mantra Digital, sebuah platform teknologi yang dirancang untuk menjawab persoalan transparansi dan tata kelola data di industri musik Indonesia. Platform ini diposisikan sebagai infrastruktur sistem, bukan lembaga penarik atau pengelola royalti.
Fokus utamanya adalah pencatatan, pengelolaan, dan pemantauan data karya musik agar musisi, komposer, publisher, hingga produser memiliki akses informasi yang setara sesuai hak dan perannya. Menghadirkan dashboard terintegrasi yang memungkinkan seluruh pihak melihat data karya yang sama pada waktu yang sama.
Dengan pendekatan ini, potensi konflik akibat perbedaan data diharapkan dapat ditekan. Kehadiran platform ini diarahkan sebagai solusi struktural atas ketimpangan akses informasi dan lemahnya tata kelola data yang selama ini menjadi persoalan mendasar ekosistem musik nasional.
Sebagai tahap awal implementasi, Mantra Digital menjalin kolaborasi strategis dengan PT Handhindra Jeka untuk optimalisasi dan penataan data katalog karya legendaris JK Record. Kolaborasi ini menjadi model awal bagaimana sistem berbasis data dapat diterapkan untuk membuka visibilitas katalog lama yang selama ini kerap tertutup atau tersebar di berbagai pihak.
Pendekatan ini sejalan dengan praktik global, di mana digitalisasi katalog menjadi langkah awal reformasi industri. “Masalah terbesar industri musik kita bukan pada talenta, tetapi pada sistem. Musisi terlalu lama berjalan tanpa visibilitas data atas karyanya sendiri. Platform ini hadir untuk mengembalikan kendali informasi itu kepada pemilik hak—secara terbuka, terukur, dan adil,” kata Piyu Padi, Founder Mantra Digital.
Perdebatan royalti selama ini terlalu terfokus pada mekanisme penarikan dan pembagian, padahal persoalan utamanya adalah penguasaan dan akses data. Platform ini diposisikan sebagai arsitektur sistem yang mencatat karya secara terstruktur dan menampilkan data secara transparan, tanpa mengambil alih hak kepemilikan.
Bagi musisi independen dan komposer daerah, platform ini menawarkan pencatatan karya yang rapi, kejelasan kepemilikan, serta riwayat penggunaan yang dapat ditelusuri. Sementara publisher dan label, sistem ini menyederhanakan pengelolaan katalog dan kontrak sekaligus meningkatkan akuntabilitas.
- Ist
Dalam skala industri, kehadirannya mendorong adopsi standar kerja berbasis data, selaras dengan tuntutan global akan transparansi dan auditabilitas. Bagi negara, ekosistem data musik yang tertata dinilai dapat mendukung sinkronisasi kebijakan, perlindungan hak cipta, serta pertumbuhan ekonomi kreatif tanpa perlu menambah lembaga baru.
Ini menandai babak baru dalam upaya membenahi ekosistem musik Indonesia dari hulunya: data. Di tengah tuntutan global akan transparansi dan akuntabilitas, platform berbasis data menjadi fondasi penting agar musisi, pencipta lagu, hingga pelaku industri memiliki pijakan informasi yang setara.
Arsitektur sistem yang mendorong keterbukaan, mengurangi konflik, dan memperkuat kepercayaan antar pemangku kepentingan.
Jika diadopsi secara luas, pendekatan ini berpotensi membawa industri musik nasional bergerak menuju tata kelola yang lebih adil, terukur, dan berkelanjutan, dengan teknologi sebagai alat pemberdayaan, bukan pengambil alih hak. (udn)