- Istimewa
Nasib Jurnalisme di Tengah Disrupsi AI, Akankah Terancam?
Jakarta, tvOnenews.com - Jurnalisme Indonesia disebut tengah menghadapi masa sulit di tengah pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Inteligent/AI).
Teknologi yang awalnya dianggap bisa membantu kerja wartawan, kini justru mulai membuat batas antara fakta dan manipulasi semakin kabur. Lebih lagi, mulai menggeser fungsi utama wartawan.
Pandangan ini disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Pariwisata sekaligus penulis buku berjudul “Disrupsi AI: Ketika Jurnalisme Dibajak Algoritma”, Apni Jaya Putra, dalam seminar di Universitas Dian Nusantara (Undira), Jakarta Barat pada Sabtu (29/11).
Ia menyebut perubahan yang dibawa AI bukan lagi evolusi, tetapi lompatan besar yang mengguncang industri media.
“Sejak ChatGPT 3.0 muncul, industri media berubah total. Sekarang sudah generasi 5.0, bahkan video generatif. Dan wartawan adalah pihak pertama yang terpapar,” ujar Apni, Sabtu (29/11/2025).
Ia menilai penggunaan AI di redaksi berjalan terlalu cepat tanpa batas etis yang jelas.
“Menurut UNESCO, tingkat keterpaparan AI di media Indonesia sudah 50%, tertinggi di Asia Tenggara,” katanya.
Apni menyoroti maraknya ilustrasi otomatis, presenter virtual, hingga sistem redaksi yang sepenuhnya berbasis algoritma.
“Media harus beradaptasi, tapi saya khawatir kalau kontrol wartawan hilang. AI tidak punya etika,” tegasnya.
Apmi membeberkan, perubahan besar lainnya adalah cara masyarakat mengonsumsi informasi. Menurut Apni, kini orang lebih percaya figur digital berpengikut besar dibanding institusi media.
“Setiap orang hari ini adalah media. Itu masalah besar. Every people today is media," ujarnya.
Meski banyak pekerjaan jurnalistik otomatisasi, ia menegaskan AI tidak bisa menciptakan fakta. Risiko terbesar justru datang dari manipulasi seperti deepfake dan penyebaran hoaks.
“Kalau produksi hoaks lebih besar dari kebenaran, ruang digital kita akan rusak,” kata Apni.
Jurnalis Bukan Digantikan AI, Tapi Digantikan Mereka yang Menguasai AI
Apni mengingatkan mahasiswa dan jurnalis bahwa persaingan ke depan terjadi antara manusia yang menguasai AI dan yang tidak.
Ia juga menjelaskan bukunya baru terbit setelah perkembangan video generatif seperti Sora muncul. Ia menyebut, edisi pertama 1.000 eksemplar sudah habis.
Adapun, seminar ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Undira dalam membangun literasi AI di kalangan mahasiswa.