- Istimewa
Sarat Kepentingan Golongan Tertentu, Kemendagri Diminta Seleksi Ketat Promosi ASN di Kabupaten Tangerang
Jakarta, tvOnenews.com - Menjelang proses rotasi, mutasi, dan promosi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tangerang dorongan kuat muncul dari masyarakat agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan seleksi ketat dan objektif.
Desakan tersebut bertujuan memastikan rekrutmen ASN tetap berpegang pada prinsip meritokrasi dan bebas dari praktik nepotisme.
Sejumlah nama calon pejabat yang disebut memiliki hubungan darah maupun kekerabatan dengan pejabat tinggi daerah menjadi sorotan publik.
Mereka dinilai berpotensi menciderai prinsip netralitas dan profesionalisme ASN serta membuka ruang konflik kepentingan.
Praktisi hukum, Kapriani menyorot beberapa nama yang dipersoalkan antara lain Dadang Suhendar selaku Kepala Bidang Pelayanan yang merupakan paman dari Eva selaku Kepala Subbidang Penagihan di Bapenda Kabupaten Tangerang.
Keduanya berada dalam satu lingkup strategis yang mengelola pendapatan daerah dinilai dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap objektivitas dalam pengelolaan pajak dan retribusi.
Nama lain yakni Diki selaku Kepala Tata Usaha UPT 5 Kelapa Dua yang diketahui sebagai adik ipar dari Bupati Kabupaten Tangerang.
Menurutnya posisi tersebut dianggap sensitif karena terkait pembinaan dan pengawasan teknis di tingkat unit.
Farhan, Kepala Bidang di Bappenda, juga mendapat sorotan karena diduga merupakan adik kandung dari Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang.
Sebagai pejabat yang menangani perencanaan pembangunan, keterkaitan personal ini dinilai mengancam independensi kebijakan publik.
Terdapat pula nama Farly selaku Lurah Cisauk yang disebut-sebut sebagai anak kandung dari Bupati Tangerang.
Dugaan ini memperkuat kekhawatiran masyarakat akan potensi terbentuknya dinasti birokrasi yang bertentangan dengan semangat reformasi ASN dan sistem merit sesuai Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 dan PP No. 11 Tahun 2017 jo. PP No. 17 Tahun 2020.
Kapriani mengingatkan bahwa pengelolaan ASN harus bebas dari nepotisme, intervensi politik, dan konflik kepentingan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf g dan Pasal 9 UU No. 5 Tahun 2014.
Ia juga menyoroti Pasal 162 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016, yang mengatur bahwa kepala daerah hanya dapat melakukan mutasi setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
“Pemomen ini menjadi indikator sejauh mana negara hadir menjaga moralitas birokrasi,” ujarnya.