- Tangkapan layar
[VIDEO] Reza Pahlavi Terang-terangan Ingin Gulingkan Ayatollah Khamenei dan Bangun Harapan Iran yang Baru
Jakarta, tvOnenews.com – Di tengah krisis geopolitik dan konflik militer yang makin mengguncang Iran, sosok lama kembali muncul dan menjanjikan perubahan radikal. Ia adalah Reza Pahlavi putra dari Shah Mohammad Reza Pahlavi penguasa terakhir sebelum Revolusi Islam 1979.
Pahlavi yang kini berusia 64 tahun dan telah hidup dalam pengasingan selama hampir lima dekade menyatakan siap menjadi pemimpin interim Iran, menggantikan Ayatollah Ali Khamenei yang masih memegang tampuk kekuasaan sebagai Pemimpin Tertinggi.
Dilansir dari Politico Reza Pahlavi pada Senin (23/6/2025) di Paris mengutarakan visinya secara gamblang bahwa sistem teokrasi di Iran harus diakhiri.
Menurutnya rakyat Iran membutuhkan dukungan internasional untuk melawan rezim otoriter keagamaan yang telah mengakar sejak revolusi 1979.
“Dibutuhkan tindakan konkret dan dukungan dari dunia luar, termasuk peningkatan akses komunikasi dan internet untuk rakyat Iran, agar bisa menyatukan suara perlawanan,” ujarnya.
Ia bahkan menyebut bahwa intervensi militer, seperti serangan udara Amerika Serikat ke fasilitas nuklir Iran baru-baru ini, bisa menjadi titik balik bagi rakyat untuk menggulingkan rezim dan membangun sistem pemerintahan baru.
Meski masih memiliki basis pendukung kuat dari kelompok monarki baik di dalam maupun luar negeri, langkah Reza Pahlavi menuai pro dan kontra.
Sebagian kelompok oposisi dan aktivis menolak wacana kembalinya sistem kerajaan, meski bersimpati terhadap tujuan menggulingkan Khamenei.
“Kami ingin perubahan, tapi bukan kembali ke masa lalu,” ujar seorang aktivis dari diaspora Iran di London.
Namun demikian, Pahlavi tidak menawarkan monarki absolut seperti yang dijalankan ayahnya, melainkan lebih kepada transisi demokratis yang dipimpinnya sebagai figur nasional hingga pemilu bebas dapat digelar.
Iran saat ini berada dalam tekanan berat. Konflik militer yang dipicu oleh serangan udara Amerika Serikat ke situs-situs strategis Iran memperparah ketegangan regional, sementara tekanan dalam negeri terhadap kebebasan sipil terus meningkat.
Pahlavi, yang selama ini aktif menggalang dukungan di komunitas internasional, kembali mengangkat gagasan bahwa perubahan tidak harus melalui darah dan pedang, tetapi bisa dimulai dari harapan dan kepemimpinan baru yang bersih dari represi.