- IST
Sempat Diberi Kesempatan untuk Pesan Terakhir, Dedengkot PKI DN Aidit Malah Teriak hingga Ditembak Tanpa Ampun
tvOnenews.com - Peristiwa penangkapan dan eksekusi pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI), DN Aidit, merupakan salah satu momen sejarah paling dramatis di Indonesia.
DN Aidit dikenal sebagai dedengkot PKI dan dianggap sebagai dalang utama Gerakan 30 September (G30S).
Ia akhirnya ditangkap dan diadili setelah kegagalan kudeta militer yang mengguncang negara pada tahun 1965.
Eksekusi DN Aidit, yang dilakukan tidak lama setelah penangkapannya, menjadi simbol kejatuhan PKI di tanah air.
Pada saat itu, DN Aidit sebenarnya diberikan kesempatan untuk menyampaikan pesan terakhirnya sebelum dieksekusi.
Namun yang terjadi kemudian bukanlah pesan penuh penyesalan atau renungan terakhir dari seorang pemimpin yang terpojok.
Alih-alih mengucapkan kata-kata terakhir dengan tenang, DN Aidit malah berteriak-teriak, bahkan menantang algojo yang akan menembaknya.
Setelah peristiwa G30S, PKI dibubarkan dan para pemimpin utamanya menjadi buronan utama pemerintah Indonesia.
DN Aidit yang dianggap sebagai salah satu mastermind di balik peristiwa itu, melarikan diri dan bersembunyi.
Setelah beberapa minggu dalam pelarian, Aidit akhirnya ditemukan dan ditangkap oleh pasukan militer di kampung yang terletak tidak jauh dari Stasiun Balapan Solo, tepatnya di Desa Sambeng, Mangkubumen, Banjarsari pada November 1965.
Penangkapan ini menandai awal dari akhir karier politik Aidit, dan ia segera dibawa ke hadapan para otoritas untuk diadili.
Menurut laporan dari berbagai sumber, termasuk yang disampaikan oleh saksi-saksi sejarah, DN Aidit tampak tidak gentar meskipun sudah mengetahui bahwa hidupnya tidak akan lama lagi.
Setelah diinterogasi oleh militer dan pemerintah saat itu, keputusan untuk mengeksekusi Aidit dengan cepat segera diambil.
Eksekusi dilakukan pada 22 November 1965 di sebuah lokasi yang dirahasiakan di sekitar Boyolali.
Sebelum peluru algojo menembus tubuhnya, DN Aidit diberikan kesempatan untuk menyampaikan pesan terakhir.
Ini adalah sebuah tradisi dalam eksekusi, di mana seorang terpidana hukuman mati biasanya diberi kesempatan untuk menyampaikan kata-kata terakhirnya kepada dunia.
Biasanya, kata-kata ini berisi penyesalan, permintaan maaf, atau mungkin pesan untuk orang-orang yang ditinggalkan. Namun, yang terjadi pada DN Aidit justru berbeda.