- Istimewa
Waka BPIP: Ajak Forum Mahasiswa Kedinasan Indonesia berpikir Kritis dan Kreatif
Jakarta, tvOnenews.com – Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Karjono Atmoharsono hadir mewakili Kepala BPIP Yudian Wahyudi, mengajak berpikir kritis dan kreatif serta menekankan pentingnya pembangunan karakter moral bagi pemimpin bangsa.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi keynote Speaker dalam Forum Mahasiswa Kedinasan Indonesia, dalam acara Kaderisasi Nasional yang diselenggarakan di Politeknik Statistika, Sabtu (3/6/2023).
Karjono memperkenalkan salam Pancasila yang digagas oleh Presiden ke-5 Republik Indonesia sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP, IMegawati Soekarnoputri.
Salam Pancasila diadopt dari pekik "Merdeka" yang ditetapkan oleh Ir. Soekarno melalui Maklumat pada tanggal 31 Agustus 1945, dan Salam Pancasila merupakan salam yang mempersatukan kebangsaan.
Waka BPIP juga menjelaskan bahwa lagu Indonesia Raya tiga stanza yang dianggap baru bagi Mahasiswa itu berdasarkan UU 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara.
Dalam pasal 61 apabila lagu Indonesia Raya dinyanyikan lengkap tiga stanza, maka bait ketiga pada stanza ketiga dinyanyikan dua kali.
“Lagu Indonesia Raya tiga stanza ini pertama kali dinyanyikan pada tanggal 28 Oktober 1928, pada saat sumpah pemuda” ujarnya.
Bung Karno dalam pidatonya mengatakan, "beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, dan beri aku sepuluh orang pemuda, niscaya akan aku guncang dunia."
Dengan ajaran Bung Karno ini, Karjono mengingatkan kepada mahasiswa (pemuda) agar berpikir kritis dan kreatif serta memiliki semangat dan karakter moral yang baik sebagai pewaris kepemimpinan bangsa. Ujar Ketua IKA UT Jakarta ini.
Karjono juga menjelaskan berpikir kritis dan kreatif artinya bersifat tidak lekas percaya, bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan dan tajam dalam penganalisisan serta memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk menciptakan kecerdasan dan imajinasi.
Pendidikan Kedinasan dalam PP 14/2010, pendidikan yang mengajarkan keahlian khusus dan mahasiswa juga harus mengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi yang telah dicanangkan sebelumnya oleh Menteri Pendidikan.
"Karakter pelajar Pancasila dan melalui konsep merdeka belajar, kita dapat melaksanakan kegiatan secara optimal," ungkapnya.
Karjono juga menekankan pentingnya memiliki daya ungkit dalam mencapai tujuan.
Di Universitas Pertahanan, mata kuliah keagamaan diajarkan secara menyeluruh kepada mahasiswa berbagai agama sehingga diperoleh ilmu sejati, menumbuhkan toleransi dan menjunjung tinggi kerukunan umat beragama.
“Keberagaman itu indah dan tidak boleh dibanding-bandingkan,” ujarnya.
Karjono berbagi nasihat tentang cara menjadi pemimpin yang baik. Menurutnya, lebih baik berbicara kencang meski salah, daripada diam meski benar.
“Ngomong kenceng salah daripada diam betul, atau ngomong kenceng, cepat dan menguasai materi,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya memiliki kelebihan dibanding yang lain, atau memiliki daya ungkit, datang lebih awal dan pulang setelah temannya pulang.
Karjono juga menanyakan kepada para mahasiswa tentang pilihan mereka antara menjadi profesional atau loyal.
Profesional dan loyal menurutnya adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Ia juga menanyakan kepada mahasiwa kedinasan di seluruh Indonesia yang diwakili 120 orang mahasiswa itu mengenai anggapan perubahan terhadap Pancasila.
Hasilnya adalah tidak setuju 117 orang, dan yang setuju 3 orang saja. Maka Karjono memberikan apresiasi atas hasil tersebut.
Disisi lain survei dari Setara Institute, sekitar 83,3 persen pelajar SMA beranggapan Pancasila dapat diubah.
Padahal ideologi negara adalah yang harus dipertahankan. Contoh yang terjadi di Afganistan, Suriah, Irak, atau Myanmar dimana agamanya satu agama dan suku hanya beberapa suku antara 3 sampai 6 suku tetapi dari dulu perang tidak selesai.
Sedangkan di Indonesia, beratus-ratus suku bangsa, agama beragam.
Hasil survei tersebut menunjukkan adanya kekhawatiran yang serius terkait pentingnya Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Hal ini disebabkan oleh penghapusan Tap MPR II/1978, Lembaga BP7 dibubarkan pada era reformasi dan penggantian UU Sisdiknas menghilangkan mata ajar Pancasila.
“Generasi milenial dipengaruhi Barat melalui media sosial,” katanya.
“Pancasila mulai dihidupkan kembali semasa Bapak Taufik Kiemas, Ketua MPR R.I dibentuklah empat Pilar Kebangsaan, yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945,” ujarnya.
Kemudian lembaga UKP PIP dan direvitalisasi menjadi BPIP dan saat ini telah lahir PP 4/2022 tentang Standar Pendidikan Nasional, dimana dalam PP tersebut terdapat ketentuan wajib mata ajar Pancasila mulai dari PAUD hingga pendidikan tinggi. Bahkan pendidikan formal untuk Pendidikan Informal maupun nonformal.
Bung Karno pada Pidato 1 Juni menawarkan kalau mau Pancasila, kalau tidak mau Tri Sila, atau kalau tidak mau Eka Sila, yaitu Gotong Royong.
Artinya intisari Pancasila adalah Gotong Royong. Sementara dalam bidang Ekonomi, Politik dan Budaya, Bung Karno juga mengajarkan ajaran Tri Sakti, yakni berdaulat dalam bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dibidang kebudayaan.
Terakhir, Karjono mengingatkan kita bahwa kita hidup di negara yang memiliki ideologi Pancasila.
“Kita hidup di negara yang berbhineka, oleh karena itu harus dijaga kesatuan dan persatuan NKRI,” tandasnya.
Dalam acara itu, turut hadir Rektor Universitas Pertahanan, Amarulla Octavian, Direktur Politeknik Statistika STIS Erni Tri Astuti,, Wakil Direktur III Politeknik Statistika STIS Yunarso Anang, dan Plt. Asisten Deputi Manajemen Talenta dan Peningkatan Kapasitas SDMA - KemenPANRB, Agus Yudi Wicaksono. (chm)