Jakarta, tvOnenews.com - Kasus perkawinan anak di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) I Gusti Ayu Bintang Puspayoga.
Bintang mengatakan berdasarkan data pengadilan agama atas permohonan dispensasi perkawinan usia anak, tahun 2021 tercatat 65 ribu kasus dan tahun 2022 tercatat sekitar 52 ribu pengajuan.
"Pengajuan permohonan menikah pada usia anak lebih banyak disebabkan oleh faktor pemohon perempuan sudah hamil terlebih dahulu," kata Bintang, Minggu (29/1/2023).
Selain itu, menurut Bintang, adapun faktor dorongan dari orang tua yang menginginkan anak mereka segera menikah karena sudah memiliki teman dekat atau pacaran.
“Tingginya angka perkawinan anak adalah salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak," ungkapnya.
Lebih jauh, Bintang memaparkan bahwa perkawinan anak juga dapat memberikan dampak negatif pada berbagai sektor seperti ekonomi dan kesehatan.
"Tidak hanya memberikan dampak secara fisik dan psikis bagi anak-anak, perkawinan di usia anak juga dapat memperparah angka kemiskinan, stunting, putus sekolah hingga ancaman kanker serviks/kanker rahim pada anak," papar dia.
Kemudian, Bintang mengingatkan bahwa berdasar pada amandemen Undang-Undang Perkawinan di tahun 2019, usia minimum perkawinan bagi perempuan dan laki-laki adalah 19 tahun menjadi upaya pemerintah mencegah anak-anak menikah terlalu cepat.
"Namun, di lapangan permohonan pengajuan perkawinan masih terus terjadi dan ini sudah sangat mengkhawatirkan," kata Bintang.
"Anak-anak ini adalah harapan masa depan untuk membangun Indonesia dan kasus perkawinan anak menjadi penghambat besar. Ini tanggung jawab bersama karena isu perkawinan anak rumit dan sifatnya multisektoral,” tandasnya. (rpi/nsi)
Load more