Jakarta - Hampir dua tahun berlalu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) baru menyelesaikan Investigasinya soal kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang yang jatuh di perairan kepulauan seribu, DKI Jakarta pada Sabtu, (9/1/2021) lalu.
Pertama, tahapan perbaikan sistem autofhrottle yang telah dilakukan belum mencapai bagian mekanikal.
Kedua, dorongan level kanan tidak mundur sesuai permintaan autopilot karena hambatan pada sistem mekanikal sehingga thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus bergerak mundur sehingga terjadi asymmetry.
"Ketiga, keterlambatan Cruise Thrust Split Monitor (CTSM) untuk menonaktifkan autothrottle pada saat asymmetry disebabkan karena flight spoiler memberikan nilai yang lebih rendah. Hal ini mengakibatkan pada asymmetry yang semakin besar," ucap Cahyo saat jumpa pers laporan hasil investigasi di kantor KNKT, Jakarta Pusat, Kamis, (10/11/2022).
Keempat, kepercayaan atau Complacency pada otomatisasi dan konfirmasi bias mungkin telah berakibat kurangnya monitoring sehingga tidak disadan adanya asymmetry dan penyimpangan arah penerbangan.
Kelima, Pesawat berbelok ke kiri dari yang seharusnya ke kanan, sementara itu kemudi miring ke kanan dan kurangnya monitoring mungkin telah menimbulkan asumsi pesawat berbelok ke kanan sehingga tindakan pemulihan tidak sesuai.
"Belum adanya aturan dan panduan tentang Upset Prevention and Recovery Training (UPRT) memengaruhi proses pelatihan oleh maskapai untuk menjamin kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah dan memulihkan (recovery) kondisi upset secara efektif dan tepat waktu," jelasnya.
Diketahui, dalam kecelakaan ini menewaskan 62 orang yang terdiri dari 50 penumpang dan 12 awak.
Pesawat Sriwijaya Air itu terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, ke Bandara Internasional Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat. (rpi/ebs)
Load more