Selain itu, Rezasyah menilai bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS dapat membuka dukungan moral dari anggota BRICS lainnya, khususnya jika Indonesia ingin mendorong penyatuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab untuk mempercepat kemerdekaan Palestina.
Namun, ia juga mengingatkan adanya tantangan yang harus diantisipasi. Salah satunya adalah potensi tekanan dari negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, yang mungkin mempertanyakan independensi kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Kritik juga bisa muncul terkait persepsi bahwa ekonomi Indonesia cenderung sosialistis, yang berlawanan dengan pandangan kapitalistik negara-negara Barat, serta kemungkinan pembatasan hak istimewa seperti transfer teknologi dan investasi.
Oleh karena itu, Rezasyah menyarankan agar Indonesia memperjelas bahwa keputusan bergabung dengan BRICS diambil secara independen, sejalan dengan kebijakan luar negeri bebas aktif.
Hal ini juga penting untuk menjaga keseimbangan dalam hubungan dengan kekuatan-kekuatan besar dunia.
"Indonesia juga harus menyinergikan pencapaiannya di BRICS dengan visi pembangunan negara-negara berkembang lainnya," pungkasnya. (aag)
Load more