- Tim Tvone-Wawan Setiawan
Heboh Prediksi Gempa Sulsel, Pakar : Pemerintah Perlu Mitigasi Meski Tidak Gempa
Maros, tvOnenews.com - Terkait hebohnya prediksi terjadinya Gempa di Sulawesi Selatan oleh peneliti Belanda, Frank Hoogerbeets, pakar kegempaan Universitas Hasanuddin, Prof Adi Maulana, mengatakan tidak ada yang bisa memprediksi akan terjadinya gempa.
"Tidak ada yang bisa memastikan kapan gempa terjadi. Tapi tentu saja kita bisa belajar dari sejarah karena gempa adalah pengulangan," ujarnya.
Menurut Prof Adi Maulana, pemerintah mesti melakukan sosialisasi mitigasi bencana kegempaan khusunya di daerah yang terdapat pertemuan lempengan.
Dia mengingatkan pemerintah bahwa saat ini ada 10 sesar aktif yang ada di Sulsel dan pada masanya pernah memicu gempa dengan kekuatan besar. Selain di Selayar, Sesar Matano dan Walanae juga tercatat pernah menyebabkan gempa dengan kekuatan di atas M 7.
"Memang ada jalur yang membentang dari barat daya ke tenggara yang melintasi Pulau Kalaotoa di Selayar," terangnya.
Pemerintah dan masyarakat perlu memberikan langkah mitigasi, dari titik kumpul, jalur evakuasi dan bangunan yang rawan terhadap gempa mesti menjadi perhatian.
Sementara itu Koordinator Bidang Observasi dan Pemantauan BMKG Makassar, Jamroni dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (3/3/2023) mengatakan, prediksi yang disampaikan Frank itu tidak bisa dipastikan
"Dia mengatakan dari wilayah Rusia ke Jepang. Terus ke Halmahera, Filipina lalu ke Sulsel. Itu jarak yang panjang sekali, lebih dari 7.000-an km. Kalau naik pesawat, sekitar 18 jam. Kalau dibilang ada titik di sepanjang itu, dihitung probabilitasnya kecil sekali untuk sampai di sini. Kami tidak melihat, apalagi untuk wilayah Sulsel," jelasnya.
Jamroni menegaskan, hingga saat ini belum ada alat yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempa. Ia menegaskan, alat yang ada di Indonesia saat ini hanya bisa mendeteksi peristiwa gempa.
Meski demikian dari data BMKG saat ini pemerintah perlu mewaspadai patahan Asambi-Kalaotoa di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan. Patahan itu ditemukan kembali setelah puluhan tahun tidak aktif. Patahan tersebut diketahui pernah memicu gempa hingga Magnitudo 7.1. (wsn/ask)